SUGENG RAWUH DATENG GUBUK ONLINE RAZY SAMUDRA: Blog ini kami sajikan untuk pengunjung, guna saling menambah khazanah keilmuan

Mencoba berbagai gaya

Gambar tersebut diambil dari berbagai macam kegiatan sik asik di MAN 2 Bojonegoro, Adventure ke Pacitan, Ponorogo, Wonogiri, Magetan dll.

Launching Website PW ISHARI Jatim

Rakorwil 2 PW ISHARI Jatim di PP. Sunan Kali Jaga Jabung Malang, tanggal 6-7 Maret 2015.

ISTIHLAL dan KAJIAN ASWAJA

ISTIHLAL DAN KAJIAN ASWAJA oleh Majelis Pembina Taman Pendidikan Al Qur'an An Nahdliyah th 2013 di ISLAMIC CENTRE Bojonegoro.

PERESMIAN GEDUNG TPQ/MADIN AS SALAM Bulu

Peresmian Gedung TPQ/Madin AS SALAM Bulu Balen Bojonegoro pada tanggal 28 Mei 2014.

WISUDA SANTRI TPQ

Wisuda Santri Taman Pendidikan Al Qur'an An Nahdliyah Cabang Bojonegoro di Islamic Centre Bojonegoro.

Wednesday, December 26, 2012

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2003
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang    :     a.   bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;
b.   bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang;
c.   bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan;
d.   bahwa Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak memadai lagi dan perlu diganti serta perlu disempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e.   bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Mengingat   :     Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan   :  UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.    Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.  
2.     Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
3.     Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
4.     Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
5.     Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
6.     Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
7.     Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
8.     Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
9.     Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
10.    Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
11.    Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
12.    Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapatdilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
13.    Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
14.    Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
15.    Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.
16.    Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.  
17.    Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
18.    Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.
19.    Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
20.    Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
21.    Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
22.    Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
23.    Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana.
24.    Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan.
25.    Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
26.    Warga negara adalah warga negara Indonesia baik yang tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
27.    Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
28.    Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
29.    Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
30.    Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan nasional.


BAB II
DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN 
Pasal 2
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 3
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 

 BAB III
PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Pasal 4 
(1)  Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
(2)  Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
(3)  Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
(4)  Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
(5)  Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
(6)  Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA,
ORANG TUA, MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Pasal 5
(1)  Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
(2)  Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
(3)  Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
(4)  Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
(5)  Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.   
Pasal 6
(1)  Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
(2)  Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan





Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Orang Tua
Pasal 7
(1)  Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya.
(2)  Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya. 
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Masyarakat
Pasal 8
Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. 
Pasal 9
Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. 
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Pasal 10
Pemerintah dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
Pasal 11
 (1)  Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
(2)  Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi  setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.


BAB V
PESERTA DIDIK
Pasal 12
(1)  Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:
a.    mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;
b.    mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
c.    mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu  membiayai pendidikannya;
d.    mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;
e.    pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara;
f.        menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan   batas waktu yang ditetapkan.
(2)  Setiap peserta didik berkewajiban:
a. menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;
b. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)  Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(4)  Ketentuan mengenai hak dan kewajiban peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.  


BAB VI
JALUR, JENJANG, DAN JENIS PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 13
(1)  Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
(2)  Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh.
Pasal 14
Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pasal 15
Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus. 
Pasal 16
Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Bagian Kedua
Pendidikan Dasar
Pasal 17
(1)  Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
(2)  Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
(3)  Ketentuan mengenai pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 


Bagian Ketiga
Pendidikan Menengah
Pasal 18
(1)   Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.
(2)  Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.
(3)  Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
(4)  Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Bagian Keempat
Pendidikan Tinggi
Pasal 19
(1)   Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.
(2)  Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.
Pasal 20
(1)  Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.
(2)  Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3)  Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.
(4)  Ketentuan mengenai perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Pasal 21
(1)  Perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan pendirian dan dinyatakan berhak menyelenggarakan program pendidikan tertentu dapat memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakannya.
(2)  Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi dilarang memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi.
(3)  Gelar akademik, profesi, atau vokasi hanya digunakan oleh lulusan dari perguruan tinggi yang dinyatakan berhak memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi.
(4)  Penggunaan gelar akademik, profesi, atau vokasi lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam bentuk dan singkatan yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan.
(5)  Penyelenggara pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau penyelenggara pendidikan bukan perguruan tinggi yang melakukan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa penutupan penyelenggaraan pendidikan.
(6)  Gelar akademik, profesi, atau vokasi yang dikeluarkan oleh penyelenggara pendidikan yang tidak sesuai dengan ketentuan ayat (1) atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan tidak sah.
(7)  Ketentuan mengenai gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 22
Universitas, institut, dan sekolah tinggi yang memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa) kepada setiap individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni. 
Pasal 23
(1)  Pada universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat diangkat guru besar atau profesor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)  Sebutan guru besar atau profesor hanya dipergunakan selama yang bersangkutan masih aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi.
 Pasal 24
(1)  Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan.
(2)  Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3)  Perguruan tinggi dapat memperoleh sumber dana dari masyarakat yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas publik.
(4)  Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Pasal 25
(1)  Perguruan tinggi menetapkan persyaratan kelulusan untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi.
(2)  Lulusan perguruan tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk memperoleh gelar akademik, profesi, atau vokasi terbukti merupakan jiplakan dicabut gelarnya.
(3)  Ketentuan mengenai persyaratan kelulusan dan pencabutan gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kelima
Pendidikan Nonformal 
Pasal 26
(1)  Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2)  Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
(3)  Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.           `
(4)  Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
(5) Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
(6)  Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
(7)  Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Bagian Keenam
Pendidikan Informal
Pasal 27
(1)  Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
(2)  Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(3)  Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Bagian Ketujuh
Pendidikan Anak Usia Dini
Pasal 28
(1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
(2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.
(3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
(4)  Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
(5)  Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
(6)  Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kedelapan
Pendidikan Kedinasan
Pasal 29
(1)  Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
(2)  Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
(3)  Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.
(4)  Ketentuan mengenai pendidikan kedinasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Bagian Kesembilan
Pendidikan Keagamaan
Pasal 30
(1)   Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)  Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
(3)  Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
(4)  Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
(5)  Ketentuan mengenai pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Bagian Kesepuluh
Pendidikan Jarak Jauh
Pasal 31
(1)  Pendidikan jarak jauh diselenggarakan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
(2)  Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka ataureguler.
(3)  Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(4)  Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Bagian Kesebelas
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.
Pasal 32
(1)  Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
(2)  Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
(3)  Ketentuan mengenai pelaksanaan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah 
BAB VII
BAHASA PENGANTAR
Pasal 33
(1)  Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan nasional.
(2)  Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan apabila diperlukan dalampenyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.
(3)  Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik.
BAB VIII
WAJIB BELAJAR
Pasal 34
(1)  Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar.
(2)  Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
(3)  Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(4)  Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB IX
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
Pasal 35
(1)  Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.
(2)  Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.
(3)  Pengembangan standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan.
(4)  Ketentuan mengenai standar nasional pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat  (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
BAB X
KURIKULUM
Pasal 36
(1)  Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2)  Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
(3)  Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a.  peningkatan iman dan takwa;
b.  peningkatan akhlak mulia;
c.  peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d.  keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e.  tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f.   tuntutan dunia kerja;
g.  perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h.  agama;
i.   dinamika perkembangan global; dan
j.   persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
(4)  Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 37
(1)  Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
a.  pendidikan agama;
b.  pendidikan kewarganegaraan;
c.  bahasa;
d.  matematika;
e.  ilmu pengetahuan alam;
f.   ilmu pengetahuan sosial;
g.  seni dan budaya;
h.  pendidikan jasmani dan  olahraga;
i.   keterampilan/kejuruan; dan
j.   muatan lokal.
(2)  Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:
a.  pendidikan agama;
b.  pendidikan kewarganegaraan; dan
c.  bahasa.
(3)  Ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 38
(1)  Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah.
(2)  Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.
(3)  Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.
(4)  Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi. 
BAB XI
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 
Pasal 39
(1)  Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
(2)  Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.  
Pasal 40
(1) Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh:
a.  penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai;
b.  penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c.  pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
d.   perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak  atas hasil kekayaan intelektual; dan
e.   kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.
(2)  Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban:
a.    menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis;
b.    mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan
c.    memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. 
Pasal 41
(1)   Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah.
(2)  Pengangkatan, penempatan, dan penyebaran pendidik dan tenaga kependidikan diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal.
(3)  Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.
(4)  Ketentuan mengenai pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Pasal 42
(1)  Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasisesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2)  Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi.
(3)  Ketentuan mengenai kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Pasal 43
(1)  Promosi dan penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan prestasi kerja dalam bidang pendidikan.
(2)  Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.
(3) Ketentuan mengenai promosi, penghargaan, dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Pasal 44
(1)  Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
(2)  Penyelenggara pendidikan oleh masyarakat berkewajiban membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakannya.
(3)  Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh masyarakat.  
BAB XII
SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN 
Pasal 45
(1)  Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.
(2)  Ketentuan mengenai penyediaan sarana dan prasarana pendidikan pada semua satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.  
BAB XIII
PENDANAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Tanggung Jawab Pendanaan
Pasal 46
(1)  Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2)  Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(3)  Ketentuan mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Bagian Kedua
Sumber Pendanaan Pendidikan 
Pasal 47
(1)  Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan.
(2)  Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)  Ketentuan mengenai sumber pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga
Pengelolaan Dana Pendidikan
Pasal 48
(1)  Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.
(2)  Ketentuan mengenai pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.  
Bagian Keempat
Pengalokasian Dana Pendidikan
Pasal 49
 (1) Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
(2)  Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
(3)  Dana pendidikan dari Pemerintah dan pemerintah daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4)  Dana pendidikan dari Pemerintah kepada pemerintah daerah diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Ketentuan mengenai pengalokasian dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB XIV
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum 
Pasal 50
(1)  Pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab menteri.
(2)  Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional.
(3)  Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
(4)  Pemerintah daerah provinsi melakukan koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan, dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupaten/kota untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah.
(5)  Pemerintah kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.
(6)  Perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan di lembaganya.
(7)  Ketentuan mengenai  pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Pasal 51
(1)  Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.
(2)  Pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan.
(3)  Ketentuan mengenai pengelolaan satuan pendidikan  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 52
(1)  Pengelolaan satuan pendidikan nonformal dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
(2)  Ketentuan mengenai pengelolaan satuan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kedua
Badan Hukum Pendidikan 
Pasal 53
(1)  Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formalyang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.
(2)  Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik.
(3)  Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.
(4)  Ketentuan tentang badan hukum pendidikan diatur dengan undang-undang tersendiri. 
BAB XV
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN
 Bagian Kesatu
Umum
Pasal 54
(1)  Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
(2)  Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 


Bagian Kedua
Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pasal 55
(1)  Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.
(2)  Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(3)  Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4)  Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(5)  Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah
Pasal 56
(1)   Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah.
(2)  Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis.
(3)  Komite sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
(4)  Ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.


BAB XVI
EVALUASI, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI
 Bagian Kesatu
Evaluasi
Pasal 57
(1)  Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
(2)  Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.
Pasal 58
(1)  Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
(2)  Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan. 
Pasal 59
(1)  Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
(2)  Masyarakat dan/atau organisasi profesi dapat membentuk lembaga yang mandiri untuk melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58.
(3)  Ketentuan mengenai evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Bagian Kedua
Akreditasi
Pasal 60
(1)  Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
(2)  Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.
(3)  Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka.
(4)  Ketentuan mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga
Sertifikasi
Pasal 61
(1)  Sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi.
(2)  Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.
(3)  Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
(4)  Ketentuan mengenai sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB XVII
PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN
Pasal 62
(1)  Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal yang didirikan wajib memperoleh izin Pemerintah atau pemerintah daerah.
(2)  Syarat-syarat untuk memperoleh izin meliputi isi pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan, sistem evaluasi dan sertifikasi, serta manajemen dan proses pendidikan.
(3)  Pemerintah atau pemerintah daerah memberi atau mencabut izin pendirian satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4)  Ketentuan mengenai pendirian satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Pasal 63
Satuan pendidikan yang didirikan dan diselenggarakan oleh Perwakilan Republik Indonesia di negara lain menggunakan ketentuan undang-undang ini.
BAB XVIII
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN OLEH LEMBAGA NEGARA LAIN
Pasal 64
Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh perwakilan negara asing di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, bagi peserta didik warga negara asing, dapat menggunakan ketentuan yang berlaku di negara yang bersangkutan atas persetujuan Pemerintah Republik Indonesia. 
Pasal 65
(1)  Lembaga pendidikan asing yang terakreditasi atau yang diakui di negaranya dapat menyelenggarakan pendidikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)  Lembaga pendidikan asing pada tingkat pendidikan dasar dan menengah wajib memberikan pendidikan agama dan kewarganegaraan bagi peserta didik warga negara Indonesia.
(3)  Penyelenggaraan pendidikan asing wajib bekerja sama dengan lembaga pendidikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan mengikutsertakan tenaga pendidik dan pengelola warga negara Indonesia.
(4)  Kegiatan pendidikan yang menggunakan sistem pendidikan negara lain yang diselenggarakan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5)  Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
BAB XIX
PENGAWASAN
Pasal 66
(1)  Pemerintah, pemerintah daerah, dewan pendidikan, dan komite sekolah/madrasah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(2)  Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
(3)  Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.  
BAB XX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 67
(1)  Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi tanpa hak dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2)  Penyelenggara perguruan tinggi yang dinyatakan ditutup berdasarkan Pasal 21 ayat (5) dan masih beroperasi dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3)  Penyelenggara pendidikan yang memberikan sebutan guru besar atau profesor dengan melanggar Pasal 23 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4)  Penyelenggara pendidikan jarak jauh yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).   
Pasal 68
(1)  Setiap orang yang membantu memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2)  Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang diperoleh dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3)  Setiap orang yang menggunakan gelar lulusan yang tidak sesuai dengan bentuk dan singkatan yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(4)  Setiap orang yang memperoleh dan/atau menggunakan sebutan guru besar yang tidak sesuai dengan Pasal 23 ayat (1) dan/atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 
Pasal 69
(1)  Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2)   Setiap orang yang dengan sengaja tanpa hak menggunakan ijazah dan/atau sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) dan ayat (3) yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 70
Lulusan yang karya ilmiah yang digunakannya untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2)  terbukti merupakan jiplakan dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). 
Pasal 71
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan tanpa izin Pemerintah atau pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 
BAB XXI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 72
Penyelenggaraan pendidikan yang pada saat undang-undang ini diundangkan belum berbentuk badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 tetap berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang yang mengatur badan hukum pendidikan.
Pasal 73
 Pemerintah atau pemerintah daerah wajib memberikan izin paling lambat dua tahun kepada satuan pendidikan formal yang telah berjalan pada saat undang-undang ini diundangkan belum memiliki izin. 
Pasal 74
Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) yang ada pada saat diundangkannya undang-undang ini masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan undang-undang ini. 


BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 75
 Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan undang-undang ini harus diselesaikan paling lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya undang-undang ini.
Pasal 76
Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini, Undang-Undang Nomor 48/Prp./1960 tentang Pengawasan Pendidikan dan Pengajaran Asing (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2103) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 77
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 8 Juli 2003


Posted by Razy Samudra
minladunka@yahoo.com
elrazyrazessamudra.blogspot.com

PP No 16 Tahun 2007-Standar Guru



 SALINAN


PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR   16  TAHUN 2007

TENTANG

STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI GURU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 28 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru;

Mengingat     : 1.   Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

                           2.   Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);

                           3.   Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);

4.   Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006;

5.   Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 20/P Tahun 2005;              

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :   PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI GURU.
.

Pasal 1

(1)      Setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik  dan kompetensi guru    yang berlaku secara nasional.
(2)      Standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru  sebagaimana dimaksud pada  ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.

Pasal 2

Ketentuan mengenai  guru dalam jabatan yang belum memenuhi kualifikasi akademik   diploma empat (D-IV) atau sarjana  (S1) akan diatur  dengan Peraturan Menteri tersendiri.


Pasal 3

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan


                                                                        Ditetapkan di Jakarta
                                                                        pada tanggal 4 Mei 2007

                                                                        MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
                                                                        TTD.
                                                                        BAMBANG SUDIBYO
Salinan sesuai dengan aslinya.
Biro Hukum dan Organisasi
Departemen Pendidikan Nasional,
Kepala Bagian Penyusunan Rancangan
Peraturan Perundang-undangan dan
Bantuan Hukum I,



Muslikh, S.H.
NIP 131479478

Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Penutupan Rapat Kerja Nasional Rabithah Maahid Islamiyah


Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Penutupan Rapat Kerja Nasional Rabithah Maahid Islamiyah

31/05/2007
Diselenggarakan pada hari Senin, 21 Mei 2007 di Istana Negera
Bismillahirrahmanirrahiem
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Yang saya hormati Saudara Menteri Agama Republik Indonesia
Yang saya hormati Saudara Sekretaris Kabinet
Yang saya hormati pimpinan PBNU
Yang saya hormati pimpinan RMI dan jajaran pengurusYang saya muliakan para pimpinan pondok pesantren, para ulama, para kiai hadir disini,  sahabat-sahaban yang memberikan tausiyah, nasehat, kritik kepada saya, kritik yang baik, alhamdulillah saya ucapkan terima kasih.
Para peserta rapat kerja, hadirin dan hadirat yang dimuliakan oleh Allah SWT.
Pada kesempatan yang baik, semoga senantiasa penuh berkah ini, marilah sekali lagi, kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan ridhonya kepada kita semua, masih diberi kekuatan dan kesehatan untuk melanjutkan ibadah kita, karya kita pada ummat dan pada bangsa dan negera. Kita juga bersyukur hari ini dapat bersilaturrahmi disini dengan niat yang baik untuk sama-sama meningkatkan apa yang dapat kita lakukan kepada bangsa kita.
Sholawat dan salam marilah sama-sama kita haturkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad Sholallahu alaihi wassalam besrta keluarga, sahabat dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Saya ingin menggunakan kesempatan yang membahagiakan ini mengucapkan selamat datang pada para pengasuh pondok pesantren, para ulama, dan para kiai yang datang dari seluruh tanah air. Saya pun ingin mengucapkan selamat atas telah dilangsungkannyanya rapat kerja Rabithah Maahid Islamiyah, semoga silaturrahmi dan rapat kerja kali ini dapat membawa manfaat dalam upaya meningkatkan kualitas spendidikan serta membangun kerjasama yang lebih baik di antara pondok-pondok pesantren di negeri kita.
Hadirin yang saya hormati, saya sungguh bergembira, hari ini dapat berada di tengah-tengah para ulama, para kiai, para pimpinan pondok pesantren, dari seluruh tanah air. Bagi saya kehadiran para ulama dan para kiai di istana negara ini membawa makna dan kesejukan tersendiri. Keteladanan, ketawadhuan, keluasan ilmu dan keteguhan diantara para ulama telah menjadi inspirasi yang tidak pernah kering kepada saya dalam menjalankan roda pemerintahan di negeri tercinta ini. Sebagai kepala negara saya sungguh bersyukur karena kita memiliki ribuan pondok pesantren yang tersebar di seluruh tanah air. Ribuan pondok pesantren ini merupakan kekuatan, merupakan pusat kebajikan bagi ummat, bagi bangsa yang tidak ternilai harganya.
Kehadiran pondok pesantren di tanah air telah ada sejak tersebarnya agama Islam di nusantara. Pada awalnya, pondok pesantren sebagai tempat pendidikan para santri yang berkeinginan memperdalam ajaran Islam. Komunitas santri berkumpul di pesantren-pesantren untuk memperdalam kitab suci Al Qur’an dan naskah-naskah klasik. Pesantren menjadi sebuah lembaga atau institusi yang konsisten dalam mengembangkan dan mentransformasikan ilmu pengetahuan berdasarkan nilai-nilai agama. Pesantren menjadi tempat berkumpulnya tradisi intelektual keagamaan yang khas di tanah air.
Di zaman penjajahan pada waktu itu, pesantren tidak hanya berperan sebagai tempat pendidikan agama Islam, tetapi juga berperan untuk membangun wawasan kebangsaan, rasa kebangsaan, semangat kebangsaan kita. Pesantren telah banyak memberikan sumbangan yang berarti dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pesantren selain berperan penting dan mendidik dan mencerdaskan anak-anak bangsa juga berperan dalam perjuangan menentang penjajahan. Harus kita akui bahwa pesantren dengan para kiai dan santrinya memiliki jasa yang amat besar terhadap bangsa dan negara kita dalam mendorong pergerakan nasional dari masa ke masa untuk menuju kemerdekaan Indonesia. Para kiai dan santri dalam catatan sejarah senantiasa mengobarkan perlawanan pada kaum penjajah.
Seiring dengan berkembangnya metode pendidikan Islam, pola interaksi sosial para santri serta perkembangan budaya, lambat laun pesantren berubah menjadi lembaga pendidikan yang modern. Pesantren yang dulu dikenal sebagai lembaga pendidikan paling sederhana, dengan kesederhanaan bangunan-bangunan fisik di lingkungan pesantren, kesederhanaan hidup para santri, kepatuhan para santri pada kiainya, serta sistem pengajaran tradisional, kini sebagian telah tumbuh menjadi lembaga pendidikan yang modern. Namun kesederhanaan, kejuangan, kemandirian, kebersamaan, dan keikhlasan tetap menjadi semangat yang meneguhkan pesantren menjadi lembaga pendidikan yang tidak lapuk karena hujan dan tidak lekang karena panas.
Hadirin yang sama muliakan

Akhir-akhir ini kita dihadapkan pada berbagai persoalan ummat yang semakin beragam. Kita masih harus berupaya untuk meningkatkan kesejahtaraan rakyat, mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan taraf kehidupan bangsa kita agar semakin sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju. Tetapi di sisi lain, didunia ini masih ada bangsa-bangsa lain yang ada di belakang kita. Kita wajib menolong saudara-saudara kita dinegara lain itu, disamping mengejar ketertinggalan dengan saudara-saudara kita yang lebih dahulu maju. Kitapun dihadapkan pada tantangan dan permasalahan yang dapat meruntuhkan nilai-nilai moral. Oleh karena itu, pesantren diharapkan dapat berperan aktif bersama-sama pemerintah untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang kita hadapi itu. Pesantren dengan tradisi keilmuan dan kelembagaan dapat melakukan pencerahan, bimbingan kepada masyarakat melalui kegiatan pendidikan, kegiatan dakwah dan kegiatan sosial lainnya.
Dalam perspektif Islam, pendidikan merupakan unsur yang paling mendasar, yang tidak dapat melepaskan aspek-aspek teologis, aspek keagamaan. Para santri selain diberi bekal ilmu-ilmu keagamaan juga dididik dengan sikap dan perilaku yang rasional, yang inovatif dan yang kreatif. Hal ini sangatlah penting agar para santri selain menguasai ilmu-ilmu agama, juga memiliki kemandirian dan daya saing yang menjadi tema dalam rapat kerja kali ini. Untuk memiliki daya saing, pesantren di era global harus mampu memberikan pemikiran-pemikiran baru. Fikrah atau pemikiran yang dikembangkan tidak hanya memikirkan keagamaan semata, tetapi juga pemikiran yang bersentuhan dengan ekonomi, sosial, budaya dan teknologi. Sudah saatnya hadirin dan hadirat yang saya muliakan, di era global ini, pesantren mengembangkan science dan teknologi yang digali dari khasanah keislaman. Pesantren dituntut dapat mengaktualkan teks-teks al Qur’an dan sunnah dalam kehidupan modern.
Kita tidak boleh lupa pada sejarah bahwa pada masa awal kebangkitan Islam, pada millennium pertama dulu, berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi, ditemukan dan dikembangkan oleh para pemikir Islam. Kita mengenal Ilmu Hayat, atau biologi, ilmu astronomi, Al Jabar atau matematika dan ilmu-ilmu lainnya yang digali oleh para pemikir Islam. Saya melihat akhir-akhir ini telah banyak pondok pesantren yang menggunakan bahasa Arab dan bahasa Inggris sebagai bahasa pergaulan dan bahasa pengantar pendidikan. Melalui kemampuan berbahasa Arab, para santri memiliki dasar-dasar untuk belajar agama Islam langsung dari sumber aslinya yang berbahasa Arab. Sementara penguasaan bahasa Inggris merupakan bagian upaya untuk mempelajari pengetahuan umum dan memungkinkan kita untuk dapat berkomunikasi dengan bangsa-bangsa lain di seluruh dunia.
Saya sering mengatakan bahwa peradaban Islam pada millennium pertama sangat maju, lebih maju daripada peradaban yang lainnya. Millennium kedua, kita relatif tertinggal. Sekarang kita memasuki millennium ketiga, saya yakin, karena banyak sekali pemikir-pemikir Islam, tehnolog Islam, ahli-ahli dari kalangan Islam yang bisa memberikan solusi pada permasalahan dunia. Ketika saya diminta oleh Universitas Ibnu Saud di Saudi Arabia waktu itu, saya memberikan ceramah dengan judul “Membangun Peradaban Islam di Millennium ke Tiga” karena saya yakin, kita dapat membangun kembali peradaban kita, civilization kita, yang bisa memberikan solusi memecahkan masalah-masalah kemanusiaan, masalah keduniaan. Pemahaman dan pengejawantahan aspek-aspek ideologis tentu saja dapat diselaraskan dengan wawasan ilmu pengetahuan kontemporer.
Para peserta silaturrahim dan rapat kerja yang saya muliakan
Pada kesempatan yang baik ini, saya ingin menyampaikan beberapa hal. Yang pertama, selain saya mendengar bahwa pondok pesantren sekarang ini lebih dari sekedar menyelenggarakan pendidikan keagamaan, tetapi lebih dari itu berkontribusi kesejahteraan bagi warga pondok pesantren, bagi ummat, dan akhirnya bagi seluruh bangsa, ini sungguh mulia.
Saya senang, tadi ada rekomendasi kepada saya, kepada pemerintah, harap juga disampaikan kepada para gubernur, para bupati dan para walikota, karena pada hakekatnya tugas pemimpin tiada lain adalah terus menerus berikhtiar untuk meningkatkan kesejahteraan ummat dan rakyatnya.
Alhamdulillah, ekonomi kita sudah mulai tumbuh. Sesungguhnya, kalau ekonomi tumbuh sekitar 5.56 persen dua tahun berturut-turut, artinya sektor riil juga tumbuh. Kalau ekonomi kita tumbuh 6 persen, sektor riil akan tumbuh lebih tinggi, Cuma belum semua sektor riil tumbuh tinggi, masih ada yang rendah, masih ada yang jalan ditempat. Tugas kita terus menerus mengupayakan agar sektor riil tumbuh di seluruh Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, di daerah pedesaan juga mengalami kemajuan yang berarti. Ini memerlukan tekad kita semua. Pemerintah, sesuai dengan pertumbuhan ekonomi, sesuai dengan peningkatan anggaran pendapatan dan belanja negara, dan APBD, kita terus meningkatkan anggaran untuk pengentasan kemiskinan, termasuk anggaran pendidikan dan kesehatan, termasuk anggaran untuk pendidikan agama.
Tahun 2004, ketika saya mengemban amanah, anggaran untuk mengurangi kemiskinan sekitar 19 trilyun, tahun 2005 kita naikkan 24 trilyun, tahun 2006 naik menjadi 42 trilyun, tahun ini 51 trilyun. Insyaallah, pemerintah akan bersama-sama dengan DPR bisa meningkatkan lagi anggaran kemiskinan untuk tahun depan lebih dari 50 trilyun agar upaya untuk membangun rakyat kecil, rakyat yang masih miskin, usaha kecil dan menengah di lingkungan pondok pesantren, dapat diadakan lebih besar lagi. Syaratnya para pemimpin di seluruh Indonesia betul-betul turun ke lapangan, melihat keadaan secara nyata, menentukan prioritas mana yang harus dibantu lebih dahulu, mana yang kemudian, agar betul-betul dapat dialokasikan kepada yang betul-betul memerlukan sebagai modal untuk usaha kecil dan menengah. Saya telah menyampaikan kepada fihak perbangkan dan Bank Rakyat Indonesia misalnya dan lain-lainnya agar dapat memberikan modal pada usaha kecil dan menengah, termasuk di lingkungan pondok pesantren.
Para pemimpin daerah, para bupati, walikota, juga mencari solusi kalau para pencari modal tidak dapat memberikan agunan, jaminannya apa, bisa dibantu karena uang tidak kemana-mana jika digunakan dengan benar karena tidak ada didalam sejarah, usaha kecil menghilangkan uang negera, dalam jumlah besar, bahkan ketika usaha-usaha besar bangkrut, yang jumlah uang yang hilang begitu besar, yang mestinya bisa menjadi kewajiban moral bagi negara dan bagi rakyatnya. Tetapi usaha kecil itu pada umumnya aman, apalagi dibimbing, dibina, diarahkan. Oleh karena itu, saya jelaskan karena keputusan politik sudah diberikan, kebijakan politik, kebijakan perbankan telah diberikan untuk mengalirkan modal dengan bunga yang tidak terlalu tinggi disertai bimbingan kepada masyarakat luas dan usaha kecil dan menengah agar sektor riil di desa-desa segera bergerak.
Kemarin saya melakukan kunjungan mendadak di sebuah desa, namanya desa Karang Tengah di Kab. Bogor. Saya sengaja melakukan kunjungan secara mendadak sebab kalau dipersiapkan, semuanya dipersiapkan, kadang-kadang diatur pembicaraannya, tempat yang baik dan lain-lain. Kemarin saya datang ke desa apa adanya, betul-betul apa adanya. Saya lihat tempat-tempat yang seharusnya menjadi prioritas pembangunan, masalah pendidikan, masalah kesehatan, masalah usaha kecil, masalah keamanan, masalah tanah longsor, masalah minyak tanah, pupuk dan saya berdialog dengan tiga pimpinan pondok pesantren, saya ingin tahu kehidupan beragama, lepas semua bicaranya. Saya senang sekali karena asli, tidak dipoles-poles, itu suara rakyat, itu harapan rakyat. Kalau dikritik, dikritik, kalau terima kasih, terima kasih. Kejujuran dinegeri ini, kita rindu seperti ini, kalau benar dikatakan benar, kalau salah dikatakan salah, yang baik dikatakan baik, yang jelek dan belum baik ya dikatakan jelek dan belum baik. Dengan demikian, menjadi kita tidak dholim pada diri sendiri, tetapi bersma-sama memperbaiki kekurangan meningkatkan upaya perbaikan.
Dari pengalaman ini, yang insyaallah akan saya lakukan di tempat lain, dapat saya simpulkan bahwa rakyat kita hidup sederhana, kehidupan sehari-hari tidak muluk-muluk, tidak bicara politik yang tinggi-tinggi, tapi benar. Itul kewajiban kita memastikan bahwa program penyaluran anggaran betul-betul sampai pada sasarannya, tidak belok ke sana kemari, dengan demikian hasilnya akan semakin baik.
Saya minta saudara menteri agama mempelajari rekomendasi dari rapat kerja ini, yang baik tolong berikan dukungan, komunikasikan pada fihak lain, apa yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan kualitas pondok-pondok pesantren dengan demikiran dapat meningkatkan kehidupan rakyat secara keseluruhan.
Yang kedua saya ingin mengajak, untuk, bahasa kerennya mengkampanyekan, bukan kampanye politik, yaitu mensosialisasikan, mengajak, membumikan, menghidupkan agar kita tidak melakukan tiga jangan. Jangan yang pertama, janganlah kita menggunakan kebebasan tanpa batas. Kebebasan tanpa akhlak berbahaya, masyarakat manapun, negera manapun, bangsa manapun, kalau kebebasan itu menjadi panglima, tidak peduli kebebasan itu mengganggu yang lain, atau tidak disertai dengan akhlak, hampir pasti masyarakat akan runtuh. Mari kita gunakan kebebasan dengan tanggung jawab yang tinggi. Demokrasi harus menjadi panglima, kebebasan harus dimiliki, tapi kebebasan di negera ini haruslah kebebasan yang bertanggung jawab. Kebebasan dengan akhlak kebebasan yang bikin nyaman, bikin tenteram. Mari kita dorong kebebasan dan demokrasi tanpa menimbulkan kerusakan bagi kehidupan masyarakat kita. Itu jangan dipertaruhkan.
Yang kedua, janganlah kita biarkan masyarakat kita, mengejar kesenangan duniawai semata, kesenangan duniawai yang berlebihan yang disebut dengan hedonisme. Saya sering berkunjung di kota-kota besar di Indonesia, sekali-kali saya berkunjung ke luar negeri bahwa salah satu bahaya globalisasi, adalah tumbuhnya gaya hidup global yang kadang-kadang hedonistik, mengejar kesenangan duniawi, yang kaya hidupnya bermewah-mewahan, berboros-borosan, ikut-ikutan, dan seterusnya. Ini berbahaya. Mari kita jaga negeri kita untuk menghindari gaya hidup seperti ini. Pertama, Islam mengajarkan harus ada keseimbangan antara dunia dan akhirat, bayangkan kalau semuanya dipuas-puaskan untuk kepetingan dunia, jadi apa kepribadian akhlak dan perilaku kita.
Yang kedua, kita sedang membangun, jangan berlebihan, tolonglah Bantu kau papa, kaum fakir miskin, semuanya memerlukan bantuan, jangan dimewah-mewahkan, jangan dihabis-habiskan, untuk mengejar, sekali lagi, kesenangan duniawi semata. Kita perlukan kesetiakawanan, kita memerlukan kebersamaan dengan saudara-saudara kita yang belum mampu. Mari kita membangun Indonesia.
Dan yang ketiga, jangan mengembangkan budaya fitnah, hati-hati, jangankan pemimpin, jangankan tokoh, orang seorangpun hati-hati dalam bertutur kata. Bayangkan kalau negera kita menjadi lautan fitnah, menuduh orang sembarangan, mereka punya anak punya istri, punya saudara. Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan, belum lagi yang difitnah karena mencemarkan nama baik, menuntut ke pengadilan, menuntut proses hukum, seperti apa negera kita, yang tentram dan damai, tuntut menuntut, kontrolnya ada dalam diri kita. Mari kita contoh rasulullah, Nabi Muhammad SAW, tutur katanya, perilakunya, sikapnya, cara berkomunikasi dan seterusnya.
Jadi dalam pertemuan yang mulia ini, saya mengajak untuk tidak mengembangkan tiga “jangan”. Mengembangkan kebebasan tanpa batas, tanpa akhlak, jangan hidup berlebihan sampai menimbulkan hedonisme, dan jangan kita mengembangkan budaya fitnah yang menimbulkan keonaran diantara kita.
Hadirin sekalian yang saya muliakan

Akhirnya, saya mengajak sekali lagi, para para pengasuh pondok pesantren di seluruh tanah air, menjadikan pondok pesantren sebagai tempat pendidikan yang konsisten dalam mengembangkan pendidikan agama Islam. Peran pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam harus mempu meningkatkan keualitas pendidikan insani yang memiliki daya saing di era global. Yang jelek-jelek kita lawan, kita tekan, yang baik-baik kita ambil. Kita akan menjadi bangsa yang besar kalau kita cerdas dan arif mensikapi globalisasi. Ingatlah sumberdaya insani yang sangat mulia, professional dan tangguh dalam menghadapi persaingan diantara berbagai bangsa di dunia.
Kepada  para peserta, sekali lagi saya ucapkan selamat atas berhasilnya rapat kerja nasional. Saya turut berdoa semoga rapat kerja yang baru dilaksanakan benar-benar dapat mendukung peran dan fungsi asosiasi pondok pesantren seluruh Indonesia dalam meningkatkan kinerjanya serta dalam membangun kerjasama untuk pondok pesantren kita. Kepada saudara menteri agama dan diteruskan kepada menteri pendidikan nasional, saya minta memberi perhatian secara sungguh-sungguh terhadap keberadaan pondok pesantren di seluruh Indonesia. Berikan bimbingan, pembinaan dan bantuan agar ribuan pondok pesantren yang kita miliki dapat terus berkembang dan membangun ummat.
Akhirnya saya berdoa kehadirat Allah Subhanahuwattala semoga perjuangan, pengabdian para pengasuh pondok pesantren diseluruh tanah air dicatat sebagai amal sholeh dihadapan Allah SWT.
Demikian yang dapat saya sampaikan semoga tuhan yang maha besar memberikan bimbingan, petunjuk dan hidayah kepada kita. Sekian,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.