SUGENG RAWUH DATENG GUBUK ONLINE RAZY SAMUDRA: Blog ini kami sajikan untuk pengunjung, guna saling menambah khazanah keilmuan

Mencoba berbagai gaya

Gambar tersebut diambil dari berbagai macam kegiatan sik asik di MAN 2 Bojonegoro, Adventure ke Pacitan, Ponorogo, Wonogiri, Magetan dll.

Launching Website PW ISHARI Jatim

Rakorwil 2 PW ISHARI Jatim di PP. Sunan Kali Jaga Jabung Malang, tanggal 6-7 Maret 2015.

ISTIHLAL dan KAJIAN ASWAJA

ISTIHLAL DAN KAJIAN ASWAJA oleh Majelis Pembina Taman Pendidikan Al Qur'an An Nahdliyah th 2013 di ISLAMIC CENTRE Bojonegoro.

PERESMIAN GEDUNG TPQ/MADIN AS SALAM Bulu

Peresmian Gedung TPQ/Madin AS SALAM Bulu Balen Bojonegoro pada tanggal 28 Mei 2014.

WISUDA SANTRI TPQ

Wisuda Santri Taman Pendidikan Al Qur'an An Nahdliyah Cabang Bojonegoro di Islamic Centre Bojonegoro.

Wednesday, December 26, 2012

Soal Akidah Akhlaq kelas X SMA


LEMBAGA PENDIDIKAN AS-SHOIMIYAH
SMA PLUS AL AMANAH
Dukuh Balongsumber Desa Sumbertlaseh Keamatan Dander Kabupaten Bojonegoro


 
SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL/GASAL

No Urut Test    :                                                       Mata Pelajaran             : Akidah Akhlaq                     
Nama Peserta   :                                                       Nama Guru                  : Fahru Rozi
Kelas               : X                                                     Semester                      : Ganjil/Gasal
Hari, Tanggal   : Senin, 10 Desember 2012           Tahun Pelajaran         : 2012/2013


  A.     Pilihan Ganda
1.       Menurut pendapat Mahmud Syaiful, Aqidah islam merupakan suatu system kepercayaan dalam aslam, yakni sesuatu yang harus diyakini sebelum apa-apa, dan sebelum melakukan apa- apa, tanpa ada keraguan sedikit pun dan tanpa ada . . .
a.       Unsur yang membingungkan orang yang meyakininya
b.       Unsur yang mengganggu kebersihan keyakinan
c.        Unsur yang mengacaukan perhatian yang menyakininya
d.       Pehahaman yang dapat nenimbulkan kakacauan
e.        Kesengajaan untuk meninggalkan keyakinan yang di yakini
2.   Setiap manusia harus menyadari karena pada hakikatnya fitrah itu hanya merupakan potensi dasar milik manusia yang harus dikembangkan dan dipelihara karena firth uang dimiliki oleh manusia bisa tertutup oleh …
a.       Kegiatan yang dilkukan manusia dalam kehidupannya
b.       Godaan yang dihadapi dalam setiap kehidupan manusia
c.        Hal yang menjadi daya tarik dalam kehidupan manusia
d.       Daya tarik syahwat yang menggoda perhatian manusia
e.        Corak kehidupan manusia yang dapat memikat hatinya
3. Dalam menghadapi kehidupan yang serba glamor dan tidak menentu, seorang mukmin harus senntiasa mementapkan imanya . salah satu cara yang efektif untuk membangun kemantapan iman seorang mukmin adalah . . .
a.       Menanamkan kalimat tauhid la ilaaha illallaah pada dirinya
b.       Menanamkan konsep ketuhanan secara utuh pada dirinya
c.        Menanamkan kesadaran untuk selalu hidup berbahagia pada dirinya
d.       Menanamkan kesungguhan untuk meraih yang di inginkanya
e.        Mangaktifkan forum pengajian untuk meningkatkan kualitas keimanan
4.       Menurut  isyarat Al-Qur’an,keimanan seseorang akan termanifestasikan dalam bentuk . . .
a.       Sifat yang tertanam di dalam jiwa yang memandu perbuatan seseorang
b.       Tingkah laku seseorang untuk menuju tercapainya kesenangan hidup
c.        Sifat dan tingkah laku seseorang dalam kehidupan sehari-hari       
d.       Kebiasaan seseorang dalam memutuskan perkara yang di hadapinya
e.        Kualitas seseorang dalam menjalankan tanggung jawab kehidupannya
5.       Iman yang mantap dan berdaya akan memacu semangat mukmin untuk beribadah terus-menerus dan untuk….
a.       Mendapatkan kesenangan hidup
b.       Meraih kemenangan hidup
c.        Menunjukkan eksistensi hidup
d.       Keejahteraan kehidupnnya
e.        Memikul tanggung jawab kehidupan
6.       Iman memiliki konsekuensi yang harus di penuhi setiap orang beriman. Konsekuensi logis pengakuan iman kepada Allah dan rasulnya ialah menerima secara . . .
a.       Wajar atas segala ketentuaan yang diberikan allah
b.       Penuh atas segala peraturan yang di berikan allah
c.        Mutlak atas segala perintah yang diberikan allah
d.       Khusus ataas segala hukum yang di tetapkan allah
e.        Langsung atas segala nilai yang diberikan allah
7.       1. Laa haafiza illallaah
2. laa makhluqa illallaah
3. laa haakima illallaah
4. laa ‘aabida illallaah
5. laa maalika illallaah
kalimat tauhid laa ilaaha illallaah memiliki pengertian antara lain. . .
a.       1,2 dan 3                      c. 1,4 dan 5           e. 1,3 dan 5
b.       b. 1,3, dan 4                               d. 1,2 dan 5                                       
8.       Formulasi dari kalimat tauhid yang paling pendek dan sangat mewakili tauhidullaah adalah . . .
a.       Laa ma’buuda illallaah            
b.       Laa ilaaha illallaah    
c.        Laa haula walaa quwwata                                       
d.       Muhammad rasulullaah
e.        Laa ghaayata illallaah
9.       Tauhid membedakan manusia menjadi muslim atau kafir. Karena itu, fungsi tauhid adalah . . .
a.       menjadi cahaya terhadap semua amal pebuatan
b.       menjadi panduan terhadap semua amal perbuatan
c.        menjadi motivasi untuk mewujudkan tujuan
d.       menjadi landasan dasar dan inti jaran islam
e.        menjadi landasan untuk melaksakan perbuatan
10.    Ke esaan Allah dalam Dzat-Nya allah tidak sama dan tidak dapat dibandingkan dengan apapun juga, yaitu. .
a.       Zat Allah sangat unik dan mirip segalanya dengan makhluknya
b.       Zat allah sangat unik dan berbeda segalanya engan makhluknya
c.        Zat allah sangat unik dan serupa segalanya dengan makhluknya
d.       Zat allah sangat unik dan bertolak segalanya dengan makhluknya
e.        Zat allah sangat unik dan segalanya ssama dengan makhluknya.
11.    Allah Maha Esa menerima ibadah, berarti hanya Allah yang berhak di sembah dan menerima ibadah. Karen itu, setiap mukmin meyakini bahwa hanya kepadanyalah seorang mukmin . . .
a.       Meminta pahala         
b.       Meminta pertolongan
c.        Mau melakukan transaksi                       
d.       Mengharapkan suatu hal
e.        Memanfaatkan doa
12.    Setiap mukmin harus meyakini  bahwa tuhan yang maha easa tiada tara dalam melakukan sesuatu sehingga hanya dia-Lah yang dapat menciptakan ala semesta ini. hal tersebut sebagai pengakuan tentang . . .
a.       Allah maha esa dalam sifat dan perbuatanya
b.       Allah maha esa dalam menetpkan hukumnya
c.        Allah maha esa dalam menentukan pilihan-Nya
d.       Allah maha esa dalam perbuatan-perbuatanya
e.        Allah maha esa dalam ciptaan makhluknya
13.    Ilmu tauhid adalah ilmu yang mepelajari keesaan tuhan. Berdasarkan Al-Qur’an, keesaan allah meliputi tiga hal, yaitu. . . .
a.       Zat, sifat dan perbuatannya    
b.       Zat, sifat dan wajahnya
c.        Zat,sifat dan hajatnya
d.       Zat, sifat dan ciptaannya
e.        Zat, sifat dan kekuasaannya
14.    Apabila seseorang berbuat syiik dalam rububiyah atau asma dan sifat-nya, maka perbuatan tersebut di golongkan sebagai . . .
a.       Pendustaan terhadap hukum allah dan dikategorikan fasiq
b.       Pendustaan terhadap allah dan dikategorikan kufur
c.        Pendustaan terhadap sifat allah dan dikategorikan munafiq
d.       Pendustaan terhadap eksistensi nyadan dikategorikan murtad
e.        Pendustaan terhadap makhluknya dan di kate gorikan zalim
15.    Barang siapa yang bersumpah dengan selain allah, maka sesungguhnya dia telah syirik. Rasulullah SAW. Bersabda “wahai manusia takutlah kamu akan kemusyrikan krena sesungguhnya kemusyrikan itu adalah . . .
a.       Lebih jelas dari jejak shmut hitam di siang hari
b.       Lebih samar dari pada jejak uda jantan di padang pasir
c.        Lebih terang dari jejak semut hitam di dalam keremengan
d.       Lebih samar dari jejak semut di malam hari
e.        Lebih jelas dari dari harimau dihutan belantara
16.    Meyakini bahwa ada makhluk yang mampu menolk segala kemudaratan dan meraih segala kemanfaatan termasuk syirik dalam kategori rububiyah,  seperti . . .
a.       Minta bantuan wali untuk menolak petaka atau merauh keuntungan dunia
b.       Minta bantuan pembantu untuk mengatasi masalah pekerjaan di rumah
c.        Minta bantuan doctor untuk menyembuhkan penyakit yang di derita
d.       Mita bantuan psikiaters untuk menyelesaikan masalah yang di hadapi
e.        Minta bantuan tetangga untuk membersihkan lingkungan sekitar rumah
17.    Syrik kecil termasuk perbuatan dosa yang di khawatirkan akan menghantarkan pelakunya kepada syirik besar. Yang di maksud dengan syirik kecil adalah . . .
a.       Semua perbuatan yang membawa seseorang pada kemusyrikan
b.       Semua gambaran yang membawa seseorang pada kemusyrikan
c.        Semua pemikiran yang membawa seseorang pada kemusyrikan
d.       Semua keyakinan yang membawa seseorang pada kemusyrikan
e.        Semua pandangan yang membawa seseorang pada kemusyrikan
18.    Akhlak merupakan sifat yang bertnam dakam jiwa yang dapat menimbulkan perbuatan dengan gampang dan mudah,tanpa memerukan pikiran dan pertimbangan. Konsep ini merupakan definisi akhlak menurut. . .
a.       Imam ghozali
b.       Yusuf qardhawi
c.        Sidi gazalba
d.       abdul karim zaidan
e.        ahmad amin
19.    Akhlak tercela biasanya di sebut juga dengan . . .
a.       Akhlak khasanah
b.       Akhlak mahmudah
c.        Akhlak sayy’ah
d.       Akhlak thayyibah
e.        Akhlak karimah
20.     Berikut ini yang merupakan bagian dari akhlak bernegara adalah. . .
a.       Hubungan antara penjual dan pembeli
b.       Hubungan antara pemimpin dan rakyat
c.        Hubungan antara guru dan muridnya
d.       Hubungan antara orang tua dan anaknya
e.        Hubungan antara majikan dan pembantu
21.    Syirik sebagai perbuatan yang dapat menghancurkan iman dan amal perbuatan.seseorang yang dapat membebaskan dirinya dari perbuatan syirik,dampaknya adalah..
a.       imannya akan lemah dan memiliki pengaruh buruk dalam kehidupan
b.       imannya akan turun dan memiliki pengaruh kecil dalam kehiduan
c.        imannya akan tetap dan memiliki pengaruh besar dalam kehidupan
d.       imannya akan meragukan dan memiliki pengaruh samar dalam kehidupan
e.        imannya akan kukuh dan memiliki pengaruh nyata dalam kehidupan
22     Dalam menghadapi kehidupan yang serba glamor dan tidak menentu,seorang mukmin harus senantiasa memantapkan imannya.salah satu cara yang efektif untuk membangun kemantapan iman seorang mukmin adalah..
a.       menanamkan kalimat tauhid laa ilaaha illallaah pada dirinya
b.       menanamkan konsep ketuhanan secara utuh pada dirinya
c.        menanmkan kesadaran untuk selalu hidup bahagia pada dirinya
d.       menanamkan kesungguhan untuk meraih yang diingginkan
e.        menggaktifkan forum pengajian untuk meningkatkan kualitas keimanan
23     Tingkat keyakinan seseorang tergantung kepada tinggkat pemahaman terhadap dalil.Untuk itu,keyakinan yang tidak di dasarkan pada dalil akan mudah tergoyahkan oleh..
a.       masalah kehidupan yang dirasa menyengsarakan
b.       situasi kehidupan yang di alami menyenagkan
c.        cobaan hidup yang membaa pada kesuksesan
d.       kesenangan hidup yang melupakan kewajiban
e.        tantangan dan problema kehiduoan yang di alaminya
24     Setiap manusia harus menyadari karena pada hakikanya fitrah itu hanya merupakan potensi dasar milik manusia yang harus di kembangkan dan di pelihara karena fitrah yang dimiliki manusia bisa tertutupoleh..
a.       kegitan yang dilakukan manusia daam kehidupannya
b.       godaan yang di hadapi dalam setiap kehidupan manusia
c.        hal yang menjadi daya tarik dalam kehidupan manusia
d.       daya tarik syahwat yang menggoda perhatian manusiaapat
e.        corak kehidupan manusia yang dapat memikat hatinya
25     1. syirik ibadah    3.syirik I’tiqadi     5.syirik amali
2. syirik aadah     4.syirik tasarruf
            Berdasarkan jenis asalm unculnya syirik,syirik dapat di kategorikan menjadi 4 jenis,di antaranya adalah…
a. 1,2 dan 3           c. 1,2 dan 5           e. 1,4 dan 5
b. 1,2 dan 4           d. 1,3 dan 4

B.     Essay
1.       Sebenarnya sikap tauhid dapat  menciptakan jiwa manusia dari kekuasaan orang lain.jelskan maksudnya dan berikan contoh penerapannya,
2.       Konsepsi tentang ketuhanan yang maha esa dalam akidah islam adalah
3.       Untuk menjadi muslim sejati , aspek utama dan terpenting yang harus dimiliki seseorang dalam kehidupannya sehara-hari adalah
4.       Akhak seseorang sangat berkaitan dengan hati nya,jelaskan hubungan antara hati dan akhlak yang tercermin dalam diri seseorang
5.       Jika orang syirik dinobatkan sebagai pemimpin bagi orang-orang beriman apa akibat yang akan terjadi dalam kehidupan ?

oOo
Selamat Mengerjakan,










UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2003
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang    :     a.   bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;
b.   bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang;
c.   bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan;
d.   bahwa Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak memadai lagi dan perlu diganti serta perlu disempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e.   bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Mengingat   :     Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan   :  UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.    Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.  
2.     Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
3.     Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
4.     Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
5.     Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
6.     Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
7.     Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
8.     Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
9.     Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
10.    Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
11.    Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
12.    Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapatdilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
13.    Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
14.    Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
15.    Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.
16.    Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.  
17.    Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
18.    Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.
19.    Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
20.    Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
21.    Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
22.    Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
23.    Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana.
24.    Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan.
25.    Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
26.    Warga negara adalah warga negara Indonesia baik yang tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
27.    Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
28.    Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
29.    Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
30.    Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan nasional.


BAB II
DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN 
Pasal 2
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 3
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 

 BAB III
PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Pasal 4 
(1)  Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
(2)  Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
(3)  Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
(4)  Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
(5)  Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
(6)  Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA,
ORANG TUA, MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Pasal 5
(1)  Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
(2)  Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
(3)  Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
(4)  Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
(5)  Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.   
Pasal 6
(1)  Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
(2)  Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan





Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Orang Tua
Pasal 7
(1)  Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya.
(2)  Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya. 
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Masyarakat
Pasal 8
Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. 
Pasal 9
Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. 
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Pasal 10
Pemerintah dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
Pasal 11
 (1)  Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
(2)  Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi  setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.


BAB V
PESERTA DIDIK
Pasal 12
(1)  Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:
a.    mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;
b.    mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
c.    mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu  membiayai pendidikannya;
d.    mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;
e.    pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara;
f.        menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan   batas waktu yang ditetapkan.
(2)  Setiap peserta didik berkewajiban:
a. menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;
b. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)  Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(4)  Ketentuan mengenai hak dan kewajiban peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.  


BAB VI
JALUR, JENJANG, DAN JENIS PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 13
(1)  Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
(2)  Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh.
Pasal 14
Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pasal 15
Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus. 
Pasal 16
Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Bagian Kedua
Pendidikan Dasar
Pasal 17
(1)  Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
(2)  Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
(3)  Ketentuan mengenai pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 


Bagian Ketiga
Pendidikan Menengah
Pasal 18
(1)   Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.
(2)  Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.
(3)  Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
(4)  Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Bagian Keempat
Pendidikan Tinggi
Pasal 19
(1)   Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.
(2)  Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.
Pasal 20
(1)  Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.
(2)  Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3)  Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.
(4)  Ketentuan mengenai perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Pasal 21
(1)  Perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan pendirian dan dinyatakan berhak menyelenggarakan program pendidikan tertentu dapat memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakannya.
(2)  Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi dilarang memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi.
(3)  Gelar akademik, profesi, atau vokasi hanya digunakan oleh lulusan dari perguruan tinggi yang dinyatakan berhak memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi.
(4)  Penggunaan gelar akademik, profesi, atau vokasi lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam bentuk dan singkatan yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan.
(5)  Penyelenggara pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau penyelenggara pendidikan bukan perguruan tinggi yang melakukan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa penutupan penyelenggaraan pendidikan.
(6)  Gelar akademik, profesi, atau vokasi yang dikeluarkan oleh penyelenggara pendidikan yang tidak sesuai dengan ketentuan ayat (1) atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan tidak sah.
(7)  Ketentuan mengenai gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 22
Universitas, institut, dan sekolah tinggi yang memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa) kepada setiap individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni. 
Pasal 23
(1)  Pada universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat diangkat guru besar atau profesor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)  Sebutan guru besar atau profesor hanya dipergunakan selama yang bersangkutan masih aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi.
 Pasal 24
(1)  Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan.
(2)  Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3)  Perguruan tinggi dapat memperoleh sumber dana dari masyarakat yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas publik.
(4)  Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Pasal 25
(1)  Perguruan tinggi menetapkan persyaratan kelulusan untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi.
(2)  Lulusan perguruan tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk memperoleh gelar akademik, profesi, atau vokasi terbukti merupakan jiplakan dicabut gelarnya.
(3)  Ketentuan mengenai persyaratan kelulusan dan pencabutan gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kelima
Pendidikan Nonformal 
Pasal 26
(1)  Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2)  Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
(3)  Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.           `
(4)  Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
(5) Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
(6)  Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
(7)  Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Bagian Keenam
Pendidikan Informal
Pasal 27
(1)  Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
(2)  Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(3)  Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Bagian Ketujuh
Pendidikan Anak Usia Dini
Pasal 28
(1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
(2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.
(3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
(4)  Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
(5)  Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
(6)  Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kedelapan
Pendidikan Kedinasan
Pasal 29
(1)  Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
(2)  Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
(3)  Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.
(4)  Ketentuan mengenai pendidikan kedinasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Bagian Kesembilan
Pendidikan Keagamaan
Pasal 30
(1)   Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)  Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
(3)  Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
(4)  Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
(5)  Ketentuan mengenai pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Bagian Kesepuluh
Pendidikan Jarak Jauh
Pasal 31
(1)  Pendidikan jarak jauh diselenggarakan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
(2)  Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka ataureguler.
(3)  Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(4)  Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Bagian Kesebelas
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.
Pasal 32
(1)  Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
(2)  Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
(3)  Ketentuan mengenai pelaksanaan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah 
BAB VII
BAHASA PENGANTAR
Pasal 33
(1)  Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan nasional.
(2)  Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan apabila diperlukan dalampenyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.
(3)  Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik.
BAB VIII
WAJIB BELAJAR
Pasal 34
(1)  Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar.
(2)  Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
(3)  Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(4)  Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB IX
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
Pasal 35
(1)  Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.
(2)  Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.
(3)  Pengembangan standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan.
(4)  Ketentuan mengenai standar nasional pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat  (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
BAB X
KURIKULUM
Pasal 36
(1)  Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2)  Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
(3)  Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a.  peningkatan iman dan takwa;
b.  peningkatan akhlak mulia;
c.  peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d.  keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e.  tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f.   tuntutan dunia kerja;
g.  perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h.  agama;
i.   dinamika perkembangan global; dan
j.   persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
(4)  Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 37
(1)  Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
a.  pendidikan agama;
b.  pendidikan kewarganegaraan;
c.  bahasa;
d.  matematika;
e.  ilmu pengetahuan alam;
f.   ilmu pengetahuan sosial;
g.  seni dan budaya;
h.  pendidikan jasmani dan  olahraga;
i.   keterampilan/kejuruan; dan
j.   muatan lokal.
(2)  Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:
a.  pendidikan agama;
b.  pendidikan kewarganegaraan; dan
c.  bahasa.
(3)  Ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 38
(1)  Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah.
(2)  Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.
(3)  Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.
(4)  Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi. 
BAB XI
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 
Pasal 39
(1)  Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
(2)  Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.  
Pasal 40
(1) Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh:
a.  penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai;
b.  penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c.  pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
d.   perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak  atas hasil kekayaan intelektual; dan
e.   kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.
(2)  Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban:
a.    menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis;
b.    mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan
c.    memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. 
Pasal 41
(1)   Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah.
(2)  Pengangkatan, penempatan, dan penyebaran pendidik dan tenaga kependidikan diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal.
(3)  Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.
(4)  Ketentuan mengenai pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Pasal 42
(1)  Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasisesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2)  Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi.
(3)  Ketentuan mengenai kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Pasal 43
(1)  Promosi dan penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan prestasi kerja dalam bidang pendidikan.
(2)  Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.
(3) Ketentuan mengenai promosi, penghargaan, dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Pasal 44
(1)  Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
(2)  Penyelenggara pendidikan oleh masyarakat berkewajiban membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakannya.
(3)  Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh masyarakat.  
BAB XII
SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN 
Pasal 45
(1)  Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.
(2)  Ketentuan mengenai penyediaan sarana dan prasarana pendidikan pada semua satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.  
BAB XIII
PENDANAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Tanggung Jawab Pendanaan
Pasal 46
(1)  Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2)  Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(3)  Ketentuan mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Bagian Kedua
Sumber Pendanaan Pendidikan 
Pasal 47
(1)  Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan.
(2)  Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)  Ketentuan mengenai sumber pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga
Pengelolaan Dana Pendidikan
Pasal 48
(1)  Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.
(2)  Ketentuan mengenai pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.  
Bagian Keempat
Pengalokasian Dana Pendidikan
Pasal 49
 (1) Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
(2)  Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
(3)  Dana pendidikan dari Pemerintah dan pemerintah daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4)  Dana pendidikan dari Pemerintah kepada pemerintah daerah diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Ketentuan mengenai pengalokasian dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB XIV
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum 
Pasal 50
(1)  Pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab menteri.
(2)  Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional.
(3)  Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
(4)  Pemerintah daerah provinsi melakukan koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan, dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupaten/kota untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah.
(5)  Pemerintah kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.
(6)  Perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan di lembaganya.
(7)  Ketentuan mengenai  pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Pasal 51
(1)  Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.
(2)  Pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan.
(3)  Ketentuan mengenai pengelolaan satuan pendidikan  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 52
(1)  Pengelolaan satuan pendidikan nonformal dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
(2)  Ketentuan mengenai pengelolaan satuan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kedua
Badan Hukum Pendidikan 
Pasal 53
(1)  Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formalyang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.
(2)  Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik.
(3)  Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.
(4)  Ketentuan tentang badan hukum pendidikan diatur dengan undang-undang tersendiri. 
BAB XV
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN
 Bagian Kesatu
Umum
Pasal 54
(1)  Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
(2)  Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 


Bagian Kedua
Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pasal 55
(1)  Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.
(2)  Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(3)  Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4)  Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(5)  Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah
Pasal 56
(1)   Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah.
(2)  Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis.
(3)  Komite sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
(4)  Ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.


BAB XVI
EVALUASI, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI
 Bagian Kesatu
Evaluasi
Pasal 57
(1)  Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
(2)  Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.
Pasal 58
(1)  Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
(2)  Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan. 
Pasal 59
(1)  Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
(2)  Masyarakat dan/atau organisasi profesi dapat membentuk lembaga yang mandiri untuk melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58.
(3)  Ketentuan mengenai evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Bagian Kedua
Akreditasi
Pasal 60
(1)  Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
(2)  Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.
(3)  Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka.
(4)  Ketentuan mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga
Sertifikasi
Pasal 61
(1)  Sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi.
(2)  Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.
(3)  Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
(4)  Ketentuan mengenai sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB XVII
PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN
Pasal 62
(1)  Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal yang didirikan wajib memperoleh izin Pemerintah atau pemerintah daerah.
(2)  Syarat-syarat untuk memperoleh izin meliputi isi pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan, sistem evaluasi dan sertifikasi, serta manajemen dan proses pendidikan.
(3)  Pemerintah atau pemerintah daerah memberi atau mencabut izin pendirian satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4)  Ketentuan mengenai pendirian satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
Pasal 63
Satuan pendidikan yang didirikan dan diselenggarakan oleh Perwakilan Republik Indonesia di negara lain menggunakan ketentuan undang-undang ini.
BAB XVIII
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN OLEH LEMBAGA NEGARA LAIN
Pasal 64
Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh perwakilan negara asing di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, bagi peserta didik warga negara asing, dapat menggunakan ketentuan yang berlaku di negara yang bersangkutan atas persetujuan Pemerintah Republik Indonesia. 
Pasal 65
(1)  Lembaga pendidikan asing yang terakreditasi atau yang diakui di negaranya dapat menyelenggarakan pendidikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)  Lembaga pendidikan asing pada tingkat pendidikan dasar dan menengah wajib memberikan pendidikan agama dan kewarganegaraan bagi peserta didik warga negara Indonesia.
(3)  Penyelenggaraan pendidikan asing wajib bekerja sama dengan lembaga pendidikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan mengikutsertakan tenaga pendidik dan pengelola warga negara Indonesia.
(4)  Kegiatan pendidikan yang menggunakan sistem pendidikan negara lain yang diselenggarakan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5)  Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
BAB XIX
PENGAWASAN
Pasal 66
(1)  Pemerintah, pemerintah daerah, dewan pendidikan, dan komite sekolah/madrasah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(2)  Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
(3)  Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.  
BAB XX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 67
(1)  Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi tanpa hak dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2)  Penyelenggara perguruan tinggi yang dinyatakan ditutup berdasarkan Pasal 21 ayat (5) dan masih beroperasi dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3)  Penyelenggara pendidikan yang memberikan sebutan guru besar atau profesor dengan melanggar Pasal 23 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4)  Penyelenggara pendidikan jarak jauh yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).   
Pasal 68
(1)  Setiap orang yang membantu memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2)  Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang diperoleh dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3)  Setiap orang yang menggunakan gelar lulusan yang tidak sesuai dengan bentuk dan singkatan yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(4)  Setiap orang yang memperoleh dan/atau menggunakan sebutan guru besar yang tidak sesuai dengan Pasal 23 ayat (1) dan/atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 
Pasal 69
(1)  Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2)   Setiap orang yang dengan sengaja tanpa hak menggunakan ijazah dan/atau sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) dan ayat (3) yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 70
Lulusan yang karya ilmiah yang digunakannya untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2)  terbukti merupakan jiplakan dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). 
Pasal 71
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan tanpa izin Pemerintah atau pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 
BAB XXI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 72
Penyelenggaraan pendidikan yang pada saat undang-undang ini diundangkan belum berbentuk badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 tetap berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang yang mengatur badan hukum pendidikan.
Pasal 73
 Pemerintah atau pemerintah daerah wajib memberikan izin paling lambat dua tahun kepada satuan pendidikan formal yang telah berjalan pada saat undang-undang ini diundangkan belum memiliki izin. 
Pasal 74
Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) yang ada pada saat diundangkannya undang-undang ini masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan undang-undang ini. 


BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 75
 Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan undang-undang ini harus diselesaikan paling lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya undang-undang ini.
Pasal 76
Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini, Undang-Undang Nomor 48/Prp./1960 tentang Pengawasan Pendidikan dan Pengajaran Asing (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2103) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 77
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 8 Juli 2003


Posted by Razy Samudra
minladunka@yahoo.com
elrazyrazessamudra.blogspot.com

PP No 16 Tahun 2007-Standar Guru



 SALINAN


PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR   16  TAHUN 2007

TENTANG

STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI GURU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 28 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru;

Mengingat     : 1.   Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

                           2.   Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);

                           3.   Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);

4.   Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006;

5.   Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 20/P Tahun 2005;              

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :   PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI GURU.
.

Pasal 1

(1)      Setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik  dan kompetensi guru    yang berlaku secara nasional.
(2)      Standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru  sebagaimana dimaksud pada  ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.

Pasal 2

Ketentuan mengenai  guru dalam jabatan yang belum memenuhi kualifikasi akademik   diploma empat (D-IV) atau sarjana  (S1) akan diatur  dengan Peraturan Menteri tersendiri.


Pasal 3

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan


                                                                        Ditetapkan di Jakarta
                                                                        pada tanggal 4 Mei 2007

                                                                        MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
                                                                        TTD.
                                                                        BAMBANG SUDIBYO
Salinan sesuai dengan aslinya.
Biro Hukum dan Organisasi
Departemen Pendidikan Nasional,
Kepala Bagian Penyusunan Rancangan
Peraturan Perundang-undangan dan
Bantuan Hukum I,



Muslikh, S.H.
NIP 131479478