SUGENG RAWUH DATENG GUBUK ONLINE RAZY SAMUDRA: Blog ini kami sajikan untuk pengunjung, guna saling menambah khazanah keilmuan

Mencoba berbagai gaya

Gambar tersebut diambil dari berbagai macam kegiatan sik asik di MAN 2 Bojonegoro, Adventure ke Pacitan, Ponorogo, Wonogiri, Magetan dll.

Launching Website PW ISHARI Jatim

Rakorwil 2 PW ISHARI Jatim di PP. Sunan Kali Jaga Jabung Malang, tanggal 6-7 Maret 2015.

ISTIHLAL dan KAJIAN ASWAJA

ISTIHLAL DAN KAJIAN ASWAJA oleh Majelis Pembina Taman Pendidikan Al Qur'an An Nahdliyah th 2013 di ISLAMIC CENTRE Bojonegoro.

PERESMIAN GEDUNG TPQ/MADIN AS SALAM Bulu

Peresmian Gedung TPQ/Madin AS SALAM Bulu Balen Bojonegoro pada tanggal 28 Mei 2014.

WISUDA SANTRI TPQ

Wisuda Santri Taman Pendidikan Al Qur'an An Nahdliyah Cabang Bojonegoro di Islamic Centre Bojonegoro.

Wednesday, April 22, 2015

MENJADI ISHARI



MENJADI ISHARI

Sepeninggal Hadrotus Syeih KH Abdurrokhim Bin Abdul hadi  ( 1952 ) kepemimpinan Jam’iyyah ini diteruskan oleh Putra sulung Beliau yaitu KH. MUHAMMAD Bin ABDURROKHIM dan dibantu oleh saudara-saudaranya yang lain, pada masa kepemimpinan beliau inilah  jam’iyyah Hadroh ini resmi berganti nama menjadi ISHARI  yaitu pada tanggal 15 Rajab 1378 H / 23 Januari 1959. Hal tersebut dilakukan karena bermunculan kelompok kelompok Hadroh dengan Nama yang berbeda-beda, seperti misalnya Jam’iyyah Hadroh Al Mu’awanah, Jam’iyyah Hadroh Al Musthofa dan lain –lain, maka agar tidak terjadi perpecahan dalam sebuah kegiatan yang isi dan kerja kegiatannya sama serta lahir dari sumber yang sama selanjutnya nama-nama jam’iyyah Hadroh ini disatukan dengan satu nama yaitu “ ISHARI “ kepanjangan dari Ikatan Seni Hadroh Republik Indonesia.  Penggunaan kata republik ini selain bertujuan seperti tersebut diatas juga bertujuan agar kumpulan kesenian ini tidak disusupi oleh gerakan kaum Komunis (PKI) yang pada saat itu diceritakan sudah mulai ada tanda – tanda orang- orang PKI ikut dalam kegiatan Jam’iyyah ini.

Atas usulan para Ulama di NU seperti KH.Makhrus Ali Lirboyo, KH Bisyri Sansuri Jombang, KH Idham Kholid Cirebon, KH A Syaiku Jakarta, KH Syaifuddin Zuhri, dan khususnya Ulama di Kabupaten Pasuruan seperti, , KH. Ahmad Jufri Besuk kejayan, KH Mas Imam Pasuruan, KH Abdulloh Bin Yasin Pasuruan, dan lain lain, serta atas perintah Rois Am PBNU pada saat itu, yaitu Hadrotus Syeikh KH. ABDUL WAHHAB HASBULLOH. Dan demi melestarikan keberlangsungan jamiyah ini, maka para ulama NU pada tahun 1959 tepatnya pada tanggal 23 Januari 1959 M. atau bertepatan dengan tanggal 15 Rojab 1378 H. Setelah mendapatkan persetujuan dari KH Muhammad bin Abdurrokhim mendeklarasikan ISHARI sebagai wadah Jam’iyyah Hadroh, bertempat di Pasuruan dan menjadikannya sebagai salah satu organisasi didalam pembinaan Syuriah NU setelah ditetapkan di Muktamar NU ke 23 di Solo Tahun 1962 (lihat AD/ART NU hasil muktamar ke 23 Solo).
Dan seiring berjalannya masa, keberadaan Organisasi ini tetap dalam pembinaan lembaga tersebut sampai dengan ditetapkannya ISHARI sebagai salah satu Badan Otonom Nahdlatul Ulama pada Muktamar NU  ke 29 tahun 1994 di Cipasung Jawa Barat (baca AD/ART NU hasil muktamar ke 28 Cipasung), oleh karena setiap BANOM NU harus memiliki peratuaran dan struktur tersendiri. dan sebagai respon menyikapi keputusan NU itu, maka pada Tahun 1995 ISHARI melaksanakan MUNAS untuk yang pertamakalinya di Kabupaten Lamongan sehingga dihasilkanlah PD/PRT ISHARI serta terbentuknya Pimpinan pusat ISHARI yang bermarkas di Surabaya dan Al-hamdulillah hal tersebut adalah merupakan MUNAS yang pertama kali.

Dikarenakan keterbatasan dibidang pengembangan organisasi serta lemahnya kordinasi antar konsitusi  maka keberadaan ISHARI tidak menjadi berkembang dan hanya tumbuh subur di wilayah Jawa Timur sehingga (Menurut pendapat Pimpinan di struktur NU), ISHARI tidak memenuhi syarat sebagai salah satu Badan Otonom di NU, sehingga pada Muktamar NU ke 30 tahun 1999 di Lirboyo Kediri Jawa Timur, ISHARI  di masukkan dalam salah satu pembinaan LSB (Lembaga seni Budaya NU). (lihat AD/ART NU Hasil Muktamar NU ke 30 Lirboyo kediri). Ironi memang disatu sisi ISHARI pada saat mulai menata dengan adanya keputusan MUNAS ISHARI disisi lain sebagai induk Organisasi justru NU menempatkan Posisi ISHARI menjadi satu dengan kesenian-kesenian lain baik dibawah pembinaan LSB NU, dengan demikian (Menurut sudut Pandang Pimpinan NU) maka semua Hasil MUNAS ISHARI Tahun 1995 termasuk didalamnya PD/PRT ISHARI dan Pimpinan Pusat sudah gugur demi hukum dan dianulir oleh Keputusan Muktamar NU Lirboyo.
Dan atas upaya serta usulan Pimpinan ISHARI Wilayah jawa Timur kepada NU yang memandang bahwa tidak relevan apabila ISHARI berada dibawah pembinaan LSB NU, karena ISHARI adalah bukan hanya sekedar kumpulan seni tapi merupakan perpaduan antara seni dengan Ubudiyyah, dan usulan tersebut direspon positif oleh NU pada Muktamar NU ke 31 tahun 2004 di Boyolali dengan memasukkan ISHARI dalam pembinaan Lembaga Ahlit Thoriqoh Al-Mu’tabaroh An nahdiyyah (Lihat AD/ART NU hasil Muktamar ke 30 Boyolali). Namun lagi-lagi ironi bagi ISHARI karena perubahan tersebut tidak tersosialisasi dengan baik dan bahkan tidak ada juklak juknis yang termaktub bagaimana mengatur pola hubungan antara ISHARI dan Thoriqoh, baik itu di Organisasi NU maupun di Thoriqoh. Ketidak pastian hubungan dan pola pengaturan antara ISHARI dan Thoriqoh itu terus berlanjut sampai sekarang, dan bahkan pada Muktamar NU ke 32 tahun 2009 di Makassar justru tidak muncul kalimat pembinaan Thoriqoh kepada ISHARI (Lihat AD/ART NU ke 32 makasar) sebagaimana termaktub jelas dalam AD/ART NU hasil Muktamar Boyolali. Apabila dicermati dengan seksama ada dua perubahan mendasar terhadap posisi Thoriqoh didalam Organisasi NU
a)      Pada hasil Muktamar NU ke 31 tahun 2004 di Boyolali, Posisi Thoriqoh adalah Lembaga sedangkan di Muktamar NU ke 32 tahun 2009 di Makassar posisi Thoriqoh menjadi BANOM.
b)     Pada hasil Muktamar NU ke 31 tahun 2004 pada fungsi dan tugasnya Thoriqoh termasuk juga membina ISHARI sedangkan pada Hasil Muktamar NU ke 32 di Makasar tidak lagi termaktub bahwa Thoriqoh adalah pembina ISHARI.
Kesimpulan
1.      Kalau keputusan perubahan dalam muktamar NU itu menganulir keputusan Muktamar sebelumya sebagaimana keputusan di Lirboyo menganulir keputusan di Cipasung. maka dengan demikian sudah tidak ada kejelasan hubungan secara organisasi antara NU dengan ISHARI juga dengan Thoriqoh karena sudah dianulir oleh Hasil Keputusan Muktamar NU ke 32 di Makasar. dan tidak adanya hubungan ke organisasian ini lebih diperkuat lagi dengan Hasil keputusan Muktamar ke XI Jam’iyyah Ahlit Thoriqoh Al Mu’tabaroh An Nahdliyyah tahun 2012 di PP Al Munawwariyyah Malang dimana ISHARI tidak tertulis sebagai salah satu Lajnah di Organisasi tersebut ( Lihat PD/PRT hasil Keputusan Muktamar Thoriqoh Tahun 2012 di Malang terbitan Gedung Kanzus Sholawat Pekalongan).
2.      Memang ada interpretasi bahwa tidak termaktubnya kalimat “ termasuk juga ISHARI “ pada tugas dan Fungsi Jam’iyyah Alit Thoriqoh al Mu’tabaroh  An Nahdliyyah hasil keputusan Muktamar NU Makassar, karena memang sudah in claude pada hasil Muktamar NU  Boyolali sehingga (menurut Pendapat ini ) ISHARI tetap dalam Pembinaan Thoriqoh, akan tetapi hal tersebut menjadi kabur karena ternyata tidak terdapat juklak  juknis pengaturan dari Jam’iyyah Thoriqoh terhadap ISHARI yang tentunya dalam perumusannya  harus melibatkan Pimpinan ISHARI,
3.      Sehingga hubungan NU dengan ISHARI yang ada saat ini (sebelum adanya penjelasan yang pasti) menurut interpretasi kita (warga ISHARI) adalah hubungan emosional kultur yaitu, pertama, Organisasi ISHARI didirikan dan digagas Oleh Para ulama NU setelah mendapatkan restu dari para putrera KH Abdurrokhim dan yang kedua, NU dan ISHARI sama-sama berazaskan Islam Ahlussunnah wal Jama’ah.

Disaat dalam posisi yang tidak menguntungkan sebagaimana tersebut diatas, serta dengan adanya keinginan melestarikan dan mengkukuhkan Organisasi ISHARI agar tidak lenyap dan tidak terombang ambing, maka Pimpinan Wilayah ISHARI Jawa Timur berinsiatif mendaftarkan Jam’iyyah ini ke kementerian Hukum dan Ham dan Al Hamdulillah telah diterbitkan badan Hukum akta Pendirian Organisasi ISHARI dengan Nomor ANU 138.AN.01.07 Tahun 2012 tertanggal 27 Juli 2012.

DIRESTUI PARA WALI DAN ULAMA



DIRESTUI PARA WALI DAN ULAMA

Bahwa dalam melestarikan dan mengembangkan ajaran Mahabbah Rosul dan Hadroh dengan adanya tambahan kreasi Roddat tersebut bukan berarti tidak ada hambatan dan halangan terhadap beliau, tidak sedikit para ulama yang mempertanyakan tentang bagaimana hukumnya gerakan tarian, hukum keplok tangan, hukum lagu dengan memanjangkan lafadz yang pendek atau sebaliknya, hukum suara jeritan kecil dan bahkan hukum rebananya itu sendiri ? semua itu beliau hadapi dengan bijaksana dan penuh dengan kearifan dan bahkan beliau menjawab itu semua dengan cara yang ilmiyyah pula yaitu dengan mengarang kitab QONUN AL HADROH yang menerangkan tatacara ber sholawat Hadroh berikut maksud dan tujuan serta hujjah hukumnya.
Disamping itu tak kalah pentingnya dari semua perjuangan beliau, yang turut andil dalam mengembangkan Jamiyyah Hadroh adalah restu dan dukungan dari para Auliya serta Ulama pada saat itu, banyak sekali para Auliya’ dan para Ulama hususnya di Pasuruan dan pada umumnya di wilayah Jawa timur sangat mendukung dan suka sekali terhadap kegiatan ini seperti :
a.      Al Imam Al Habib Ja’far bin Syaikhon Assegaf  Pasuruan, Seorang wali yang masyhur yang mempunyai banyak murid diantaranya adalah KH Abd hamid Pasuruan
b.      Al Habib Abu Bakar bin Muhammad As Segaf Gresik.Seorang wali Qutub yang masyhur, guru dari banyak ulama diantaranya Al Habib Abdul Qodir Bil faqih pendiri Pondok Pesantren Darul Hadits Malang.
c.      KH. Ahmad Khusaeri Bin Siddiq Pasuruan, Mertua Mbah Hamid Pasuruan beliau adalah santri kesayangan KH. M. Kholil Bangkalan dan beliau pula yang banyak mengarang Syair Sholawat dalam Hadroh yang kemudian beliau ijazahkan kepada KH  Abdurrohim.
d.      KH Ahmad Bin Sahal Pasuruan 
e.      KH Abdul hamid Bin Abdulloh Pasuruan, Seorang Waliyulloh yang masyhur pengasuh PP Salafiyah Pasuruan Banyak Cerita tentang bentuk dukungan dan kesukaan beliau terhadap Hadroh (di judul yang lain)
f.       KH Ali Mas’ud Pagerwojo Sidoarjo, seorang wali Majdub yang fenomenal yang kesukaanya membawakan Muhud Tanaqqolta dan Wulidal habib.
g.      KH ‘Aqib Bin Yasin Pasuruan, Seorang Ulama Ahli dalam menciptakan berbagai Syair arab dan yang terkenal diantara Gubahan Syairnya adalah Syair untuk pemberangkatan Jama’ah Haji
h.     KH Imam Bin Tohir Pasuruan, ayahanda KH A Nadlif seorang ulama ahli Fiqih yang tidak memperbolehkan saat Mahallul Qiyam di Keplo I, tapi sangat suka hadir di Acara Hadroh biasanya kalau tidak ada Gus Muhammad beliau mau berkenan menjadi Hadi saat Maqom
i.       dan lain – lainnya bahkan takjarang beliau beliau ikut aktif dan menjadi badal hadi dalam kegiatan hadroh baik dalam kegiatan Haul atau dalam acara yang lainnya
Disamping itu pula banyak Aulia dan Ulama yang  berguru langsung kepada beliau KH Abd Rokhim dalam hal ilmu Mahabbah rosul dan Hadroh ini. sehingga sering menjadi Badal KH Abd Rokhim apabila beliau berhalangan hadir dalam salah satu acara, mereka yang mulya adalah :
1.      Al Habib Abdulloh Bin Salim Al Haddad (Ayahanda Al Habib ja’far Al Haddad ) datuk dari Al Habib Husain Bin ja’far Al Haddad Lamongan
2.      KH. Kholil Kawedanan Gresik. Bahkan beliau menurut keterangan cucunya selalu rutin melaksanakan kegiatan Hadroh dipondoknya (wafat tahun 1961).
3.      KH Sya’roni bin Abdaru Baujeng Bangil. Ayahanda KH Munif Sya’roni Baujeng kecamatan Beji, dan beliau yang pertamakali mengusulkan dan menampilkan gerakan tarian Roddat.
4.      KH. Ahadun Pasuruan, seorang Ahli Ilmu Alat ( Nahwu, Sorrof, dan Balaghoh) serta Ahli dalam Ilmu ‘Arudl (ilmu Syair), beliau melaksanakan Majlis talqin lagu dan menterjemahkan Lafadz Solawat dalam hadroh setiap Malam Sabtu, tapi beliau tidak berani merubah walau hanya tentang Goyah (cengkok dalam lagu Hadroh) beliau beralasan hal tersebut (kebakuan lagu dan Cengkok) merupakan bagian dari Thoriqoh.
5.      KH Ali Muchtar bin Umar Gambiran kejayan, seorang ulama keturunan dari Syeh Nawawi Bin Umar Al Bantani.
6.      Dan lain lainnya.

Dalam memberikan pelajaran bacaan Sholawat, Lagu, Gerakan Roddat, Pukulan Rebana, dan bunyian Keplok Tangan, Beliau KH Abdurrokhim Bin Abdul Hadi mengadakan Latihan Rutinan sebagai sarana Talqin atas Bacaan Sholawat dan Lagu kepada para Anggota ( Santrinya ) setiap hari Selasa Malam Rabu bertempat di Pondoknya KH Sya’roni Baujeng, dan sepeninggal beliau pada bulan Dzul Qo’dah 1372 H. /1952 M Tradisi tersebut diteruskan Putra sulung beliau Gus Muhammad bertempat dikediaman Beliau yaitu di Kelurahan Kebonsari Kota Pasuruan. tradisi ini terus berjalan sampai dengan sekarang, dengan urutan sebagai Pengajar (Guru Hadi) sebagaimana Berikut :
1.      KH. ABDURROKHIM Bin ABDUL HADI (Tahun 1918 -1951).
2.      KH. MUHAMMAD Bin ABDURROKHIM (Tahun 1951 – 1982).
3.      KH. AGUS SAMI’ Bin ABDURROKHIM (Tahun 1982 – 1994)
4.      KH. ABDUL HADI Bin ABDURROKHIM (Tahun 1994-1995).
5.      KH.MASYKUR Bin MUHAMMAD (1995 – 1997)
6.      GUS ABDUL GHOFUR Bin NURURROSUL ( 1997 – Sekarang).

Selain para Auliya, Habaib, dan Ulama yang tersebut diatas, yang turut andil menyebarkan Hadroh hingga kepelosok daerah adalah Putra dan Cucu beliau yang tersebar di berbagai Kabupaten dan Kota di Jawa Timur yaitu :
1.      Alm.KH Muhammad di Pasuruan.
2.      Alm.KH Abdurrohman di Malang
3.      Alm. KH Abd Majid di Lumajang
4.      Alm.KH Sami’ di Gresik.
5.      Alm.KH Abdul Hadi di Jombang
6.      Alm KH Masykur Muhammad di Blitar.
7.      Alm.KH Abd Salam Abd Majid di Lumajang.
Dan sekarang dilanjutkan oleh Cucu Cucu Beliau KH Abd Rokhim antara lain :
1.      KH. Mahmud Al Chusori sami’ Mojoagung Jombang.
2.      Gus Gufron Muhammad Sepanjang Sidoarjo.
3.      Gus H Ainul Musthofa Gresik.
4.      Gus Ali Faishol Mojokerto.
5.      Gus Abdul Ghofur Nur Pasuruan.
6.      Gus Abdurrokhim Abd Hadi Mojoagung.
7.      Gus Yahya Abd hadi Mojoagung.
8.      Gus Suaidi sami’ Gresik

HADROH DURAHIM-AN.



HADROH DURAHIM-AN.

Beliau KH Abdurrokhim bin Abdulhadi adalah seorang ulama kelahiran Pasuruan tepatnya di kelurahan kebonsari Kota Pasuruan. Dikenal sangat ‘Alim dibidang Fiqih dan sangat wara’ dalam kehidupan sehari-harinya, selain mengasuh pengajian dibeberapa tempat beliau juga adalah salah satu imam Rowatib di Masjid Jami’ Al Anwar Kota Pasuruan. Lewat sentuhan tangan dingin beliau Amalan Ilmu Mahabbah Rosul dengan Hadrohnya berkembang sampai ke pelosok-pelosok daerah di Jawa Timur, dan berkah dari “ijtihad” beliau juga kegiatan Hadroh yang sebelumnya hanya kumpulan orang yang bersama-sama membaca Kitab Diwan hadroh di perindah dengan perpaduan pembacaan Kitab Maulid Syaroful Anam, yang ditambah dengan bacaan atau Syair Sholawat sebagai Jawaban yang bergantian, sementara yang dahulunya para jamaah menjawab lantunan Syair hanya dengan duduk bersila sambil diiringi rebana, diperindah dengan ditambah Roddat yaitu perpaduan Jawaban Sholawat dengan gerakan tarian khusus dan keplok Tangan yang teratur serta suara sulukh, demikian pula penataan dan caranyapun yang dulunya hanya duduk bersila membentuk lingkaran, dirubah saling berhadapan antara Hadi yang disampingnya pemukul rebana berhadapan dengan para Jama’ah yang melaksanakan Roddat.

Beliau mendapatkan Amalan yang mulya ini atas Ijazah dari ayahanda beliau KH Abdul hadi, dari Ayahandanya KH Abdurrohman Bawean Gresik dari Habib Syekh Boto Putih, selain itu beliau juga berguru Ilmu ini dari Al habib Ling Ba Nahsan Pegirian Surabaya, Al Habib Segaf As Segaf pegirian Surabaya, dan juga kepada Al Habib Ahmad bin Abdulloh ba faqih Surabaya, semuanya adalah santri dari Al habib Syeh Boto Putih,. Setiap selesai belajar Hadroh di Surabaya konon beliau juga mengajar dibeberapa tempat di Surabaya hususnya di daerah Kedung Asem Rungkut, dan bersama dengan warga sekitar beliau mengagas pendirian Masjid As Salafiyah Kedung Asem yang sampai sekarang Masjid tersebut keberadaanya sangat bermanfaat bagi warga sekitar. Dan dalam rangka untuk mengenang jasa beliau, Warga Kedung Asem setiap Bulan Dzul Qo’dah memperingati Haul beliau dan mengundang Jam’iyyah ISHARI se- Jawa Timur. diceritakan pula bahwa dalam mengarang Syair dan Lagu Sholawat, beliau bertafakkur dan berwasilah di Makam Al Habib Alwi Bin Segaf Assegaf  Kebon Agung Pasuruan dan dengan seizin Alloh serta berkah dari Karomah Dua Ulama ini, diceritakan bahwa Al Habib Alwi Assegaf   Datang dan membimbing beliau akan bacaan serta Syair Sholawat yang dalam Anggota  ISHARI dikenal dengan istilah Muroddah atau Jawaban.

Berikut tatacara kegiatan Hadroh hasil “Ijtihad” KH.Abd Rokhim Bin Abdul Hadi.
A.    Bacaan Khas (Khusus) yang diamalkan dengan lantunan lagu yang Khas (khusus).
1)   Semula hanya bacaan Sholawat yang bersumber dari kitab Diwan hadroh, oleh beliau dipadukan dengan pembacaan Kitab Maulid Syaroful Anam dan ditambah bacaan Sholawat berbentuk Syair yang berfungsi menjadi semacam jawaban atas pembacaan kumpulan Bait-bait Syair  Kitab Maulid Syaroful Anam oleh Guru Hadi (kumpulan bait bait tersebut dalam Hadroh dikenal dengan sebutan Mukhud ). Ada 13 Mukhud dalam Hadroh selain Mukhud Ibtida’(pembuka) dan Takhtim (Penutup),  dan nama Mukhud biasanya diambil dari Lafadz Bacaan yang Awwal pada kumpulan bait dalam kitab Maulid Syaroful Anam seperti Mukhud Bi syahri, Tanaqqol ta, Wulidal habib dan seterusnya
2)   Lantunan lagu pembacaan amalan Sholawat bernotasi dan berintonasi khusus, (Para Ulama berpendapat “itu lagunya orang yang Tadlorru’ kepada Alloh SWT), dan hanya bisa dilakukan oleh Beliau KH Abdurrokhim (Guru Hadi) dan orang lain (santrinya) yang terbimbing melalui tarbiyah dan talqin (Guru badal hadi) oleh beliau. Dikandung maksud tarbiyah itu untuk sanad bacaan lafadz Sholawatnya sementara talqin itu untuk Thoriqoh lantunan dan notasi Syairnya.

B.     Rebana, ragam istilah nama irama pukulan, dan arti filosofisnya.
1)   Rebana yang digunakan adalah berdiameter 30 cm dengan tambahan 2 pasang kencreng dan minimal dilakukan oleh 3 orang, sedangkan posisi tempat pemukul adalah 3 Orang disamping kanan Guru hadi dan 3 Orang lagi (kalau ada) sebelah kiri Guru Hadi berhadapan dengan jamaah Roddat. Dikandung maksud jumlah minimal pemukul 3 Orang adalah simbul dari Tiga pokok ajaran Agama yaitu Iman, Islam, dan Ikhsan atau 3 pokok Ilmu dalam agama Islam yaitu Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqih, dan Ilmu Tasawwuf .
2)   Notasi Irama pukulan rebana mengikuti Notasi lagu yang dibawakan oleh Guru Hadi, oleh karena itu irama pukulan dalam hadroh bukan irama pukulan biasa-biasa yang hanya hasil dari kreasi seni belaka, akan tetapi irama pukulan dalam Hadroh merupakan bagian dari Thoriqoh karna mengandung makna filosofis yang mendalam sehingga penguasaannya pun harus melalui tarbiyah atau belajar kepada Guru Hadi, ada beberapa ragam istilah nama dalam irama pukulan Hadroh yaitu :
i      Pukulan Irama Juz dan atau Rojaz.
Juz diambil dari bahasa Arab Juz’un yang artinya adalah Tubuh, dzat, dikandung maksud arti dari pukulan irama Juz dalam Hadroh adalah simbul dari Dzikir kepada Dzat yang Maha Esa (Alloh SWT) atau mengingat diri pribadi Rosululloh Muhammad SAW yang sempurna secara Kholqon wa Khuluqon, hal ini sesuai dengan notasi irama pukulan Juz yang berbunyi (tak dik -tak), dan irama tersebut sangat selaras dengan Notasi lafadz HU AL- LLOH atau lafadz MU HAM – MAD. Sedangkan kata Rojaz adalah kata yang diambil dari nama aturan pembuatan syair dalam bahasa arab (Ilmu bahar) bahwa syair dalam Hadroh banyak menggunakan bahar Rojaz.

ii    Pukulan Irama Yahum/Robby.
Yahum diambil dari lafadz Ya Yuwa kalangan sufi membunyikannya dengan Ya Hu atau Ya Hum yang memiliki arti harfiyah “Wahai Dialah (Tuhan Ku,/ Nabiku)” dikandung maksud, Irama pukulan yahum dalam Hadroh adalah simbul dari Dzikir dua kalimah tauhid yaitu kalimah LAILAHA ILLALLOH dan kalimah MUHAMMADUR ROSULULLOH, memang apabila disimak dengan benar maka notasi irama pukulan Yahum akan serasi dengan notasi kalimah LA-ILAHA-ILLALLOH – MUHAMMADUR-ROSULULLOH. Dalam irama yahum ada tiga notasi irama yang dipadukan yaitu :
1.   krotokan terdiri dari lima hentakan (taktak –taktak- dik) yang bermakna pengamalan Rukun Islam.
2.   Penyela (selat-an) terdiri dari empat hentakan (tak-tak-tak-dik) yang bermakna sumber hukum dasar pengamalan Agama islam yaitu Al Qur’an, Al Hadits, Al Ijma’ dan Al Qiyash.
3.   Pengonteng (lanangan) terdiri dari tiga hentakan (tak dik tak) yang bermakna pokok ajaran dalam Islam Yaitu Tauhid, Fiqih dan Tasawwuf.
Dan ketika tiga notasi irama pukulan tersebut dipadukan maka akan terlahir irama notasi kalimah LAILAHA ILLALLLOH atau notasi kalimah MUHAMMADUR ROSULULLOH.

Dua jenis pukulan diatas (juz dan yahum) yang banyak di gunakan dalam kegiatan Hadroh, sementara tiga yang lainnya hanya sesekali itupun hanya dalam mukhud-mukhud tertentu seperti Mahallul Qiyam,Tahtim, dan sebagian mukhud yang lain, adapun kata Robby tidak lazim disebut dalam Ishari namun demikian berarti lafadz Robby bermakna “Tuhanku”  dikandung maksud irama pukulan ini bertujuan untuk mengingat Alloh SWT dzat pemelihara kita,

iii   Pukulan Irama Tereem.
Penyebutan kata Terem artinya mengingatkan kepada jamaah bahwa Hadroh ini berasal dari kota Tareem Negara Yaman
iv   Pukulan Irama Inat.
Inat adalah juga nama sebuah kota di Negara Yaman bagian selatan
v     Pukulan Irama Hijaz.
Demikian pula kata Hijaz artinya, adalah nama negara hijaz yang berarti adalah kota Makkah, Madinah, Taif dan lain lainnya sebelum berganti nama menjadi Negara Saudi Arabiyah

C.     Roddat dan makna filosofis yang terkandung didalamnya.
            I.     Roddat diambil dari bahasa arab kata kerja Rodda - yaruddu – roddan bermakna mengembalikan, Membalas, menolak. Artinya bahwa orang yang melaksanakan roddat dalam hadroh adalah orang yang membalas secara bersama sama atas lantunan Syair Solawat yang dilantunkan oleh Guru Hadi
          II.     Roddat menurut istilah dalam Hadroh adalah Orang yang membalas secara bersama sama atas lantunan Syair Solawat yang dilantunkan oleh Guru hadi sambil lalu melakukan gerakan tarian khusus (Roqs) sesekali melakukan keplok tangan (Tashfiq), dan bersuara sulukh dalam istilah kaum Sufi atau (Sambat dalam bahasa jawa) atau (Nida’dalam bahasa Arab). Tatacara semacam ini lazim dilakuan dikalangan sufi  seperti Tarian Sima dalam Thoriqoh Maulawiyah Oleh Syeh Jalaluddin Rumy di Turki, Tarian Samman dalam Thoriqoh Sammaniyah oleh Syeh Al Qutb Muhammad Bin Abdul Karim As Sammani dan lain lain
        III.     Dikandung maksud yang pertama, bahwa “seluruh makhluq yang ada diantara langit dan bumi bertasbih mengagungkan dan menyucikan Alloh SWT “ dan semua makhluq tersebut bergerak, sehingga tarian roddat dimaksudkan melatih seluruh tubuh manusia untuk bergerak bertasbih dan berdzikir kepada Alloh SWT. Kedua bahwa para Malaikat di Sidrotul muntaha bertawaf berputar  mengelilingi Arsy karna bahagia dan gembira atas kelahiran Nabi Muhammad SAW. sehingga tarian roddat dimaksudkan melahirkan rasa gembira atas kelahiran dan kehadiran Nabi Muhammad karna hal itu merupakan Anugrah terbesar yang dikaruniakan Alloh SWT kepada Ummat Manusia.
Dalam Gerakan Roddat ada Dua Macam yaitu :
1)     Roddad hanya dengan badan dengan mengikutsertakan anggukan kepala yang diserasikan dengan Notasi irama rebana.
2)     Roddad badan dengan Tarian tangan seakan-akan menulis lafadz Muhammad.
       IV.     Demikan pula keplok tangan (Tashfiq) dimaksudkan melahirkan rasa bahagia atas kehadliran Rosululloh SAW yang diyakini beliau hadir pada saat sejarah maulidNya dibacakan,
         V.     Sementara suara kecil (sulukh dalam istilah kaum Sufi) atau (Sambat dalam bahasa jawa) atau (Nida’dalam bahasa Arab) dimaksud kan untuk bermunajat dan mengadu kepada Alloh SWT dan memohon Syafaat dari Rosululloh SAW.

D.    Aspek Hukum yang dipakai landasan atas semua tatalaksana dalam Hadroh.
Landasan hukum yang dipakai dasar pada tatalaksana Hadroh adalah tetap dalam lingkup ilmu Fiqih ala Madzhibil Arba’ah dan hal itu beliau tulis dalam kitab Qonun Al Hadroh yang menerangkan hukum dan fadlilah Maulid Nabi, hukum Roddad, Hukum Keplok, Hukum Lagu, Hukum Suara sulukh, Hukum memanjangkan lafadz pendek dan atau sebaliknya, dan tentunya hukum Rebana. disamping itu semua kitab tersebut juga berisi Muroddah (beberapa bacaan sholawat Hadroh yang dipakai sebagai jawaban pada setiap Mukhud)

Seiring bertambahnya tahun keberadaan jam’iyyah ini semakin banyak pengikutnya dan hampir merata diseluruh Jawa  Timur bahkan sampai ke daerah Jawa tengah dan sebagian daerah propinsi Kalimantan. Bahkan diceritakan, bahwa lancarnya perjalanan Musyawarah pembentukan Komite Hijaz tahun 1926 yang menjadi cikal bakal lahirnya Nahdlatul Ulama adalah salah satunya karena diluar arena rapat dilaksanakan kegiatan Hadroh. hal itu dilakukan agar pemerintah colonial belanda tidak curiga bahwa ditempat tersebut (disurabaya di kediaman Alm.KH WAHAB HASBULLOH) tengah dilaksanakan sebuah pertemuan ulama pesantren untuk melahirkan NAHDLATUL ULAMA. Selain dari pada itu sejak adanya jam’iyyah ini setiap ada kegiatan Haul para Auliya dan Ulama di Wilayah Jawa Timur hususnya hampir dapat dipastikan selalu mengundang jam’iyyah Hadroh ini untuk membaca Sholawat, tentunya kegiatan ini selalu dihadiri oleh Beliau KH Abdurrohim sehingga dikarenakan masyarakat tidak berani memulai acarah Hadroh tersebut terkecuali atas seizin dan bimbingan beliau maka masyarakat lebih mengenal kegiatan ini dengan istilah Hadroh Durahiman.