HADROH DURAHIM-AN.
Beliau KH Abdurrokhim
bin Abdulhadi adalah seorang ulama kelahiran Pasuruan
tepatnya di kelurahan kebonsari Kota Pasuruan. Dikenal sangat ‘Alim dibidang
Fiqih dan sangat wara’ dalam kehidupan sehari-harinya, selain mengasuh
pengajian dibeberapa tempat beliau juga adalah salah satu imam Rowatib di Masjid
Jami’ Al Anwar Kota Pasuruan. Lewat sentuhan tangan dingin beliau
Amalan Ilmu Mahabbah Rosul dengan Hadrohnya berkembang sampai ke pelosok-pelosok daerah di Jawa Timur, dan
berkah dari “ijtihad” beliau juga kegiatan Hadroh yang sebelumnya hanya kumpulan orang yang bersama-sama membaca Kitab Diwan hadroh di perindah dengan perpaduan pembacaan Kitab Maulid Syaroful Anam, yang ditambah dengan bacaan atau Syair
Sholawat sebagai Jawaban yang bergantian, sementara yang dahulunya para jamaah
menjawab lantunan Syair hanya dengan duduk bersila sambil diiringi rebana, diperindah
dengan ditambah Roddat yaitu perpaduan Jawaban Sholawat dengan gerakan tarian khusus dan
keplok Tangan yang teratur serta suara sulukh, demikian pula penataan dan caranyapun yang dulunya hanya duduk
bersila membentuk lingkaran, dirubah saling berhadapan antara Hadi yang
disampingnya pemukul rebana berhadapan dengan para Jama’ah yang melaksanakan Roddat.
Beliau mendapatkan Amalan yang mulya ini atas Ijazah dari ayahanda
beliau KH Abdul hadi, dari Ayahandanya KH Abdurrohman Bawean Gresik dari Habib
Syekh Boto Putih, selain itu beliau juga berguru Ilmu ini dari Al habib Ling Ba
Nahsan Pegirian Surabaya, Al Habib Segaf As Segaf pegirian Surabaya, dan juga
kepada Al Habib Ahmad bin Abdulloh ba faqih Surabaya, semuanya adalah santri
dari Al habib Syeh Boto Putih,. Setiap selesai belajar Hadroh di Surabaya konon beliau juga mengajar
dibeberapa tempat di Surabaya hususnya di daerah Kedung Asem Rungkut, dan
bersama dengan warga sekitar beliau mengagas pendirian Masjid As Salafiyah Kedung Asem yang sampai sekarang Masjid
tersebut keberadaanya sangat bermanfaat bagi warga sekitar. Dan dalam rangka
untuk mengenang jasa beliau, Warga Kedung Asem setiap Bulan Dzul Qo’dah
memperingati Haul beliau dan mengundang Jam’iyyah ISHARI se- Jawa Timur. diceritakan
pula bahwa dalam mengarang Syair dan Lagu Sholawat, beliau bertafakkur dan berwasilah di Makam Al Habib Alwi Bin
Segaf Assegaf Kebon
Agung Pasuruan dan dengan seizin Alloh serta berkah dari Karomah Dua Ulama ini,
diceritakan bahwa Al Habib Alwi
Assegaf Datang dan membimbing beliau akan bacaan serta
Syair Sholawat yang dalam Anggota ISHARI
dikenal dengan istilah Muroddah atau Jawaban.
Berikut tatacara kegiatan Hadroh hasil “Ijtihad” KH.Abd Rokhim Bin Abdul Hadi.
A.
Bacaan Khas
(Khusus) yang diamalkan dengan lantunan lagu yang Khas (khusus).
1)
Semula hanya
bacaan Sholawat yang bersumber dari kitab Diwan
hadroh, oleh beliau dipadukan dengan pembacaan Kitab Maulid Syaroful Anam dan ditambah bacaan Sholawat berbentuk Syair
yang berfungsi menjadi semacam jawaban atas pembacaan kumpulan Bait-bait
Syair Kitab Maulid
Syaroful Anam oleh Guru Hadi (kumpulan bait bait tersebut
dalam Hadroh dikenal dengan sebutan Mukhud ). Ada 13 Mukhud dalam Hadroh selain Mukhud Ibtida’(pembuka) dan Takhtim (Penutup), dan nama Mukhud biasanya diambil dari Lafadz
Bacaan yang Awwal pada kumpulan bait dalam kitab Maulid
Syaroful Anam seperti Mukhud Bi
syahri, Tanaqqol ta, Wulidal habib dan seterusnya
2)
Lantunan lagu
pembacaan amalan Sholawat bernotasi dan berintonasi khusus, (Para Ulama
berpendapat “itu lagunya orang yang Tadlorru’ kepada Alloh SWT), dan hanya bisa dilakukan oleh Beliau KH
Abdurrokhim (Guru Hadi) dan orang lain (santrinya) yang terbimbing melalui tarbiyah dan talqin (Guru badal hadi) oleh beliau. Dikandung maksud tarbiyah itu untuk sanad bacaan lafadz Sholawatnya sementara talqin itu untuk Thoriqoh lantunan dan notasi Syairnya.
B.
Rebana, ragam
istilah nama irama pukulan, dan arti filosofisnya.
1)
Rebana yang
digunakan adalah berdiameter 30 cm dengan tambahan 2 pasang kencreng dan
minimal dilakukan oleh 3 orang, sedangkan posisi tempat pemukul adalah 3 Orang
disamping kanan Guru hadi dan 3 Orang lagi (kalau ada) sebelah kiri Guru Hadi
berhadapan dengan jamaah Roddat. Dikandung maksud jumlah minimal pemukul 3
Orang adalah simbul dari Tiga pokok ajaran Agama yaitu Iman, Islam, dan Ikhsan atau 3 pokok Ilmu dalam agama Islam yaitu Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqih, dan Ilmu Tasawwuf .
2)
Notasi Irama
pukulan rebana mengikuti Notasi lagu yang dibawakan oleh Guru Hadi, oleh karena
itu irama pukulan dalam hadroh bukan irama pukulan biasa-biasa yang hanya hasil
dari kreasi seni belaka, akan tetapi irama pukulan dalam Hadroh merupakan
bagian dari Thoriqoh karna mengandung makna filosofis yang mendalam sehingga penguasaannya
pun harus melalui tarbiyah atau belajar kepada Guru Hadi, ada beberapa ragam istilah nama dalam
irama pukulan Hadroh yaitu :
i
Pukulan Irama
Juz dan atau Rojaz.
Juz diambil dari bahasa Arab Juz’un yang artinya adalah Tubuh, dzat, dikandung
maksud arti dari pukulan irama Juz dalam Hadroh adalah simbul dari Dzikir kepada Dzat yang Maha Esa (Alloh SWT) atau mengingat
diri pribadi Rosululloh Muhammad SAW yang sempurna secara Kholqon wa Khuluqon, hal ini sesuai dengan notasi irama pukulan Juz
yang berbunyi (tak dik -tak), dan irama tersebut sangat selaras dengan Notasi
lafadz HU AL- LLOH atau lafadz MU HAM – MAD. Sedangkan kata Rojaz adalah kata
yang diambil dari nama aturan pembuatan syair dalam bahasa arab (Ilmu bahar) bahwa syair dalam Hadroh banyak menggunakan bahar Rojaz.
ii
Pukulan Irama
Yahum/Robby.
Yahum diambil dari lafadz Ya Yuwa kalangan sufi membunyikannya dengan Ya Hu atau Ya Hum yang memiliki arti harfiyah “Wahai Dialah (Tuhan Ku,/ Nabiku)”
dikandung maksud, Irama pukulan yahum dalam Hadroh adalah simbul dari Dzikir dua
kalimah tauhid yaitu kalimah LAILAHA ILLALLOH dan kalimah MUHAMMADUR
ROSULULLOH, memang apabila disimak dengan benar maka
notasi irama pukulan Yahum akan serasi dengan notasi kalimah LA-ILAHA-ILLALLOH
– MUHAMMADUR-ROSULULLOH. Dalam irama yahum ada tiga notasi irama yang dipadukan
yaitu :
1.
krotokan
terdiri dari lima hentakan (taktak –taktak- dik) yang bermakna pengamalan Rukun
Islam.
2.
Penyela
(selat-an) terdiri dari empat hentakan (tak-tak-tak-dik) yang bermakna sumber
hukum dasar pengamalan Agama islam yaitu Al
Qur’an, Al Hadits, Al Ijma’ dan Al Qiyash.
3.
Pengonteng
(lanangan) terdiri dari tiga hentakan (tak dik tak) yang bermakna pokok ajaran
dalam Islam Yaitu Tauhid, Fiqih dan Tasawwuf.
Dan ketika tiga notasi irama pukulan tersebut dipadukan
maka akan terlahir irama notasi kalimah LAILAHA
ILLALLLOH atau notasi kalimah MUHAMMADUR ROSULULLOH.
Dua jenis pukulan diatas (juz dan yahum) yang
banyak di gunakan dalam kegiatan Hadroh, sementara tiga yang lainnya hanya
sesekali itupun hanya dalam mukhud-mukhud tertentu seperti Mahallul
Qiyam,Tahtim, dan sebagian mukhud yang lain, adapun kata Robby tidak lazim
disebut dalam Ishari namun demikian berarti lafadz Robby bermakna
“Tuhanku” dikandung maksud irama pukulan
ini bertujuan untuk mengingat Alloh SWT dzat pemelihara kita,
iii
Pukulan Irama
Tereem.
Penyebutan kata Terem artinya mengingatkan
kepada jamaah bahwa Hadroh ini berasal dari kota Tareem Negara Yaman
iv
Pukulan Irama
Inat.
Inat adalah juga nama sebuah kota di Negara
Yaman bagian selatan
v
Pukulan Irama
Hijaz.
Demikian pula kata Hijaz artinya, adalah nama
negara hijaz yang berarti adalah kota Makkah, Madinah, Taif dan lain lainnya
sebelum berganti nama menjadi Negara Saudi Arabiyah
C.
Roddat dan
makna filosofis yang terkandung didalamnya.
I. Roddat diambil dari
bahasa arab kata kerja Rodda - yaruddu –
roddan bermakna mengembalikan, Membalas, menolak. Artinya
bahwa orang yang melaksanakan roddat dalam hadroh adalah orang yang membalas secara
bersama sama atas lantunan Syair Solawat yang dilantunkan oleh Guru Hadi
II. Roddat menurut
istilah dalam Hadroh adalah Orang yang membalas secara bersama sama atas
lantunan Syair Solawat yang dilantunkan oleh Guru hadi sambil lalu melakukan
gerakan tarian khusus (Roqs) sesekali melakukan keplok tangan (Tashfiq), dan bersuara sulukh dalam istilah kaum Sufi atau (Sambat dalam bahasa jawa) atau (Nida’dalam bahasa Arab). Tatacara semacam ini lazim dilakuan dikalangan
sufi seperti Tarian Sima dalam Thoriqoh Maulawiyah Oleh Syeh Jalaluddin Rumy di Turki, Tarian Samman dalam Thoriqoh
Sammaniyah oleh Syeh Al
Qutb Muhammad Bin Abdul Karim As Sammani dan lain lain
III. Dikandung maksud yang pertama, bahwa “seluruh makhluq yang ada diantara langit dan bumi bertasbih mengagungkan
dan menyucikan Alloh SWT “ dan semua makhluq tersebut bergerak, sehingga tarian
roddat dimaksudkan melatih seluruh tubuh manusia untuk bergerak bertasbih dan
berdzikir kepada Alloh SWT. Kedua bahwa para Malaikat di Sidrotul muntaha bertawaf berputar mengelilingi
Arsy karna bahagia dan gembira atas kelahiran Nabi Muhammad SAW. sehingga
tarian roddat dimaksudkan melahirkan rasa gembira atas kelahiran dan kehadiran
Nabi Muhammad karna hal itu merupakan Anugrah terbesar yang dikaruniakan Alloh
SWT kepada Ummat Manusia.
Dalam Gerakan Roddat ada Dua Macam yaitu :
1)
Roddad hanya
dengan badan dengan mengikutsertakan anggukan kepala yang diserasikan dengan
Notasi irama rebana.
2)
Roddad badan
dengan Tarian tangan seakan-akan menulis lafadz Muhammad.
IV. Demikan pula keplok tangan (Tashfiq) dimaksudkan melahirkan rasa bahagia atas
kehadliran Rosululloh SAW yang diyakini beliau hadir pada saat sejarah
maulidNya dibacakan,
V. Sementara suara kecil (sulukh dalam istilah kaum Sufi) atau (Sambat dalam bahasa jawa) atau (Nida’dalam bahasa Arab) dimaksud kan untuk bermunajat dan mengadu kepada
Alloh SWT dan memohon Syafaat dari Rosululloh SAW.
D.
Aspek Hukum
yang dipakai landasan atas semua tatalaksana dalam Hadroh.
Landasan hukum yang dipakai dasar pada
tatalaksana Hadroh adalah tetap dalam lingkup ilmu Fiqih ala Madzhibil Arba’ah dan hal itu beliau tulis dalam kitab Qonun Al Hadroh yang menerangkan hukum dan fadlilah Maulid
Nabi, hukum Roddad, Hukum Keplok, Hukum Lagu, Hukum Suara sulukh, Hukum
memanjangkan lafadz pendek dan atau sebaliknya, dan tentunya hukum Rebana.
disamping itu semua kitab tersebut juga berisi Muroddah (beberapa bacaan sholawat Hadroh yang dipakai sebagai jawaban pada
setiap Mukhud)
Seiring bertambahnya tahun keberadaan jam’iyyah ini semakin banyak pengikutnya dan hampir
merata diseluruh Jawa Timur bahkan
sampai ke daerah Jawa tengah dan sebagian daerah propinsi Kalimantan. Bahkan diceritakan, bahwa lancarnya perjalanan
Musyawarah pembentukan Komite Hijaz
tahun 1926 yang menjadi cikal bakal lahirnya Nahdlatul Ulama adalah salah
satunya karena diluar arena rapat dilaksanakan kegiatan Hadroh. hal itu
dilakukan agar pemerintah colonial belanda tidak curiga bahwa ditempat tersebut
(disurabaya di kediaman Alm.KH WAHAB
HASBULLOH) tengah dilaksanakan sebuah pertemuan ulama pesantren untuk
melahirkan NAHDLATUL ULAMA. Selain dari pada itu sejak adanya jam’iyyah ini
setiap ada kegiatan Haul para Auliya dan Ulama di Wilayah Jawa Timur hususnya
hampir dapat dipastikan selalu mengundang jam’iyyah Hadroh ini untuk membaca
Sholawat, tentunya kegiatan ini selalu dihadiri oleh Beliau KH Abdurrohim
sehingga dikarenakan masyarakat tidak berani memulai acarah Hadroh tersebut
terkecuali atas seizin dan bimbingan beliau maka masyarakat lebih mengenal kegiatan
ini dengan istilah Hadroh Durahiman.
0 komentar:
Post a Comment